Wayang Durangpo Tahun III (2011 - 2012)

Episode 124 Roro Mendut Edan 2012

6,412 Views

Episode124Tahun baruan kali ini Kartoli dapat job lumayan. Nilainya tiga kali lipat harga pentas non-tahun anyar. Ning Kastina, istrinya, tak kalah senang. Makanya dari pagi sampai petang perempuan 50an tahun itu sumeh. Cekikikan terus. Setiap tetanga yang lewat disenyuminya. Pemulung yang biasanya dipleroki kini dapat eseman Ning Kastina pula.

Bahkan Sabtu pagi itu istri Cak Kartoli malah membantu pemulung memunguti benda-benda bekas seperti botol minuman dan kertas-kertas. Pas nemu bekas koran, Ning Kastina berhenti sejenak. Ia membacanya. Berita tentang Ibu Negara Ani Yudhoyono dirawat di rumah sakit. Ning Kastina senyum-senyum lalu cekikikan sendiri. Setelah itu dilihatnya si pemulung sudah lenyap embuh kemana.

“Pemulung itu mungkin pendukung Pak SBY. Jadi ya tersinggunglah lihat Ning ketawa-ketawa baca Bu Ani gerah,” kata Pak RT yang kebetulan lewat.

“Lho, Pak RT, saya itu sejak pagi tadi memang ketawa-ketiwi. Saya cekikikan bukan karena Bu Ani sakit.”

Ning Kastina tidak sampai hati menjelaskan kenapa kok hatinya berbunga-bunga pagi itu. Ndak enak pamer dapat job di lingkungan warga yang banyak penganggurnya.

Job malam nanti: Cak Kartoli dimohon dengan hormat menjadi Lesmana. Ning Kastina bebas boleh berperan sebagai apa saja asal menjadi teman Cak Kartoli di panggung. O ya, pesan panitia, Cak Kartoli agar membawa kostum sendiri.

***

Betapa bangga Cak Kartoli menjadi Lesmana. Jarang-jarang ia mendapat peran seperti itu meski kostumnya sudah bertahun-tahun ia punya. Maka begitu datang di kawasan Kenjeran Surabaya ia langsung merias wajahnya sendiri. Ia tak bergabung dengan pemain-pemain di ruang rias. Ia ingin berkonsentrasi merias wajah. Cak Kartoli memilih ruang sendiri di sudut.

Sekitar dua jam rias wajah dan kostum yang dibawanya sendiri sudah tersandang. Kini Cak Kartoli menjelma Raden Lesmana yang tampan. Putera Prabu Dasarata dengan Dewi Sumitra ini juga terkenal sakti. Lesmanalah yang kelak bisa membunuh raseksi digdaya Sarpakenaka, adik Rahwana. Lesmana pula yang demi membela kakaknya, Prabu Ramawijaya, sanggup membunuh Indrajit alias Megananda, anak Rahwana. Ia kembalikan jasad Megananda ke wujud aslinya yaitu mega.

Ning Kastina bangga melihat suaminya kini menjadi ksatria yang berwujud (wanda) kinanti, artinya wujud yang luruh namun ngayomi. Jauh dari penampilannya sehari-hari yang celele’an. Yang tidak bangga dan malah mencak-mencak justru panitia. “Lho, Ning, maksud kami Cak Kartoli bukan jadi Lesmana adiknya Ramawijaya,” tegasnya. “Tapi Lesmana Mandrakumara, bocah gemblung anaknya Prabu Duryudana dan Dewi Banuwati di Astina.”

“Oalah, Maaaas, Mas. Lesmana zaman Mahabarata to yang sampeyan maksud.. Tak pikir Lesmana zaman Ramayana ….” Ning Kastina hilir-mudik dan ribut.

Kacau! Kacau!

Semua pemain panik, meski tak sama paniknya dengan pembakaran rumah ibadah di Sampang. Cak Kartoli cuma mampu tertegun. Hanya pemain di ruang rias perempuan yang tidak panik karena tak tahu apa yang terjadi.

Tapi nasi sudah menjadi bubur. Pertunjukan sudah harus berlangsung lima menit lagi. Apalagi Lesmana tampil pada adegan pertama. Jika di antara pemain ada yang membawa kostum Lesmana Mandrakumara, tak ada waktu lagi bagi Cak Kartoli untuk ganti kostum apalagi mengubah rias wajah.

Kini …Jreng…jreng…pertunjukan sudah harus dimulai. Tanpa ba-bi-bu asisten sutradara mendorong Cak Kartoli dari sayap kiri masuk ke panggung…

***

Perhelatan malam tahun baruan saat itu diselenggarakan atas kerjasama berbagai pihak terutama perusahaan rokok. Tak heran tema ketoprak spontanitas itu, tak jauh-jauh dari udud-mengudud. Di panggung sudah tampak Roro Mendut berjualan rokok di kota praja Mataram, tepatnya di kawasan Prawiromantren. Kaum lelaki antre membeli rokok bekas isapan si cantik asal dusun Trembangi, Pati itu.

Yang ditunggu oleh Roro Mendut bukanlah Pronocitro seperti biasanya. Sutradara sekaligus penulis naskah sudah wanti-wanti bahwa nanti yang bakal muncul adalah Lesmana Mandrakumara, pemuda majenun namun banyak duit, anak manja dari kerajaan Astina. Pemeran Roro Mendut sudah pernah melihat gambar-gambar Lesmana Mandrakumara di komik-komik dan ensiklopedi wayang.

Ternyata nggelek saja Lesmana yang masuk panggung berbeda dari bayangannya. “O, Kisanak, siapakah engkau yang kini mangu-mangu di depanku,” kata Roro Mendut spontan menutupi rasa kaget dan bingungnya. “Jangan berharap terlampau banyak. Sebab rokok sisa isapanku ini tak akan kupersembahkan padamu. Aku hanya akan mengulungkannya pada Lesmana Mandrakumara …”

“Aku ini Pronocitro, Diajeng…”

“O, tidak. Aku tak mau menikah dengan Pronocitro. Aku tak bersedia mati muspro bareng Pronocitro dengan keris Tumenggung Wiroguno. Ndak sudi lagi kami menjadi Romeo-Juliet di tanah Jawa…Aku capek melarat. Aku ingin mulyo. Dengan menikahi Lesmana Mandrakumara, aku akan dapat kekuasaan. Kalau aku berkuasa, keadilan akan aku tegakkan. Pelaku Skandal Century akan kuhukum lebih keras dari pencuri Sandal Jepit…”

Emban yang diperankan oleh Ning Kastina memberi kode-kode kepada Lesmana. Lesmana tanggap. Sa’kal suaranya berubah tinggi dan mendayu kebanci-bacian seperti Lesmana Mandrakumara. Gerakan tubuhnya megal-megol dan penuh liukan sangat gemulai. Penonton bersorakan setiap Lesmana bicara. Para petani tembakau dari Temanggung, Jember, Besuki lebih keras teriaknya sekeras ketika mereka demo pro tembakau.

“Mangaaaaap, eh, maaf, akyuuuu tadi salah sebuuuuuut…Akyuuuu bukan Prono….Citrooooo...Akyuuuu adalaaaaah Lesmanaaaa…Mandraaaa…Kyumaraaaaaa….Pencuri Skandaaaal Centu…Eh Pencuri Saaaandal Jepit ituuuu… tak akaaaan…. aku hukum sebanyaaaak ityuuuuu….”

Ponokawan Gareng di antara penonton berberbisik, “Apakah nanti kata-katanya akan klop dengan tindakannya?” Petruk menjawab, “Ndak. Lha wong antara omongan dan wujudnya yang ngomong sudah nggak pas. Wujudnya kinanti, ngomongnya kayak wong gendeng.”

Bagong: Yang bagus itu aku, Truk. Wujudku ndak beres, tapi omonganku beres.