AREA 2007 - 2008

“Pilkadal” Jakarta: Kendaraan Rakyat vs Tembang Kemenangan

3,811 Views

Siapa bilang Pilkada DKI Jakarta ndak menarik? Mungkin bagi segelintir tokoh, iya. Ndak asyik.

Pengamat politik Saiful Mujani dari Lembaga Survei Indonesia bilang Pilkada DKI sekarang cuma ritual politik. Demokrasi cuma diatasnamakan. Partisipasi pemilih tak lantaran keyakinan pada pilihannya.

Sejawat saya lainnya, Indra J. Piliang, peneliti dari CSIS, bikin ramalan. Wah, bakal tambah banyak lho golongan putih alias Golput di Pilkada DKI kali ini. Ramalan atau tepatnya prediksi itu pakai dasar. Dasarnya, kian banyak warga DKI Jakarta, lebih 70 persen, tidak bener-bener ngerasa punya partai.

Ah, apapun kata Saiful, apapun kata Indra, Pilkada DKI Jakarta bagi saya kok tetap menarik. Terutama untuk iseng-iseng aja daripada bengong ngisi waktu kemacetan lalu lintas Jakarta. Misalnya iseng-iseng utak-atik nama. Fauzi, calon nomor 2, itu apa. Daradjatun, calon nomor 1, itu apa.

Aduh jadi nyesel dulu saya mondok di pesantren cuma sebentar. Jadinya Bahasa Arab saya pas-pasan. Tapi seingat saya, mohon dikoreksi kalau keliru, Fauzi berarti “kemenangan”. Daradjatun dari “darojah”, kalau tidak salah lho, artinya sekitar…yaa…kendaraanlah.

Bowo itu kalau di wayang atau gamelan artinya semacam tembang awal tanpa beat sebelum masuk lagu yang ber-beat. Katakanlah intro. Adang ini yang saya agak jatuh bangun bisa tahu artinya. Wong Bahasa Sunda saya pas-pasan. Tapi, dari 10 tahunan saya tinggal di Bandung, kesan saya Adang itu punya konotasi kerakyatan. Julukan atau nama-nama rakyat.

Artinya yang lagi bertarung dalam Pilkada DKI Jakarta kali ini adalah Kendaraan Rakyat dan Tembang Intro Kemenangan. Wah seru juga. Horeee…tepuk tangan dong. Tengkyu tengkyu

Jadi siapa bilang Pilkada DKI Jakarta tidak menarik? Gila. Menarik dong? Bayangkan kendaraan yang dipercaya oleh rakyat, artinya menang karena mewakili suara rakyat, bertarung ama tokoh yang pasti menang juga karena arti nama tokoh itu aja udah gita keunggulan.

(Mohon kalau nanti ada koreksi dari pembaca atas Bahasa Arab dan Sunda saya, jangan terlalu jauh dari arti itu ya? Hehe…karena dalam iseng-iseng Pilkada ini saya udah terlanjur suka pada arti menurut versi udel saya sendiri.)

Hanya sandiwara politik kalau merujuk pendapat Saiful Mujani? Atau bakal meningkatnya Golput kayak di Medan, Lampung dan Surabaya, seperti kata Indra? Lantas kita bilang Pilkada ini pahit atau tidak menarik?

Ya, namanya juga Pilkada, Ndra, Ful. Kalian ngerti nggak sih? Itu kan dari pil atau obat. Pil kan umumnya juga pahit. Marilah kita telan sama-sama kepahitan ini dengan hepi. Ya Ndra? Ya Ful?

Masih untung warga DKI…aduh maaf saya kok masih juga nggak ngerti bedanya DKI, pemda, pemprov…. Pokoknya kawasan yang dari dulu gini-gini ajalah…Ya, masih untung penghuni DKI Jakarta ndak semuanya bayi yang cadel, yang kalau bilang “daerah” pasti “daelah”. Singkatannya jadi Pilkada, bukan Pilkadal. Jadi masih untung.

Lantas ada yang anggap pahit, kenapa keputusan Mahkamah Konstitusi tentang bolehnya calon independen ikut Pilkada baru dikeluarkan pada saat-saat pendaftaran calon gubernur sudah ditutup?

Ah, udah laaah….Telen aja kepahitan itu dengan hepi. Dengan nama Pilkada aja, bukan Pilkadal, itu udah langkah maju kok…Serius nih.

(Dimuat di rubrik ‘Frankly Speaking’ AREA edisi No. 92, Agustus 2007)