AREA 2011 - 2012

AREA 127 Ekspresi dalam Sikon

11,194 Views

TejomusikKasihlah suvenir ke kolektor boneka seperti Johnny Depp atau siapa pun. Lalu Johnny Depp atau siapa pun itu memotong rambut si boneka. Pemberinya, kita, sedih nggak?

Saya sering membayangkan, sedih nggak ya Tuhan mendapati kita memotong kuku maupun rambut pemberian-Nya. Sedih nggak ya Tuhan mendapati makhluknya mengkhitan anugerah-Nya sebagaimana ditradisikan awal oleh kaum Yahudi?

Ponokawan Gareng dalam diri saya bilang, masak Tuhan menganugerahi kita sesuatu yang sia-sia. Lha wong usus buntu yang kabarnya nggak ada gunanya ternyata ada gunanya juga kok.

Dibanding Gareng yang senantiasa kritis, ponokawan Bagong dalam diri saya lain pendapat. Badut polos itu bilang, ya gunanya agar muncul profesi dokter untuk mengoperasi usus buntu. Berkembang profesi tukang pangkas rambut dan tukang potong kuku.     Lalu ponokawan Petruk yang easy going turut muncul dalam diri saya. Ia seakan santai berkata sembari cengengesan, “Ya sud lah. Toh manusia sudah fair ke Tuhannya. Di samping ngurang-ngurangi dengan potong kuku, rambut, sunat, manusia juga nambah-nambahi kok. Impas. Nambahi bedak di pipi, nambahi gincu di bibir. Nambahi bulu mata…”

 Nambah-nambahi tubuh sudah. Ngurang-ngurangi tubuh sudah. Bagaimana kalau tidak nambah-nambahi tidak ngurang-ngurangi tapi nutup-nutupi tubuh? Misalnya dengan kebaya, dengan kemben, dengan jilbab dan lain-lain?

Gareng tidak mampu menjawab. Petruk dan Bagong demikian pula. Maka saya serahkan saja pertanyaan itu kepada segenap pembaca Area untuk menjawabnya.

Sambil menemani Sampeyan semua menjawabnya, saya pengin meneruskan kabar bahwa atlet judo perempuan dari Arab Saudi nyaris ditolak Olimpiade London bukan karena menutupi anugerah Tuhan yaitu tubuh. Tepatnya, bukan karena jilbab.

Tapi panitia Olimpiade 2012, Olimpiade pertama yang seluruh negara pesertanya mengirimkan atlet perempuan, menimbang alasan keamanan. Bagaimana kalau gelambir, jurai dan detil-detil jilbab itu mudah disentak-sentak dan dijambak oleh lawan pejudo. Akhirnya dicapai titik kesepakatan: menggunakan jilbab dengan desain sedemikian sehingga tak mudah ditarik-tarik lawan.

Peristiwa tersebut membuat saya teringat pada perbedaan style dan fashion. Style soal gaya-gayaan. Style mengutamakan brand. Jika itu bukan merk tas maupun sepatu tetapi agama, ya agama sebagai brand. Fashion soal mengekspresikan diri sesuai kebutuhan dan lingkungan, tak peduli branded maupun tidak.

Bagi saya mengenakan jas di negara tropis itu soal style, bukan soal fashion. Kecuali kalau bahan maupun model jasnya bahan dan model jas tropika.

Fashion adalah ketika kebutuhan berekspresi seseorang diklopkan dengan sikon. Fashion adalah ketika pejudo Arab Saudi yang berkeyakinan  harus jilbaban itu menyesuaikan busananya dengan arena judo yang penuh peluh dan banting-bantingan.

Fashion tidak saja ketika Inneke Koesherawati, Dian Pelangi, Marshanda, Henidar Amroe, Astri Ivo, Ida Royani, Asmirandah, Zee Zee Shahab dan lain-lain merasa nyaman ketika berjilbab tapi apakah model dan bahan jilbab mereka tak bertepuk sebelah tangan dengan sikon di berbagai tempat Lebaran.

Fashion itu ketika tubuh kita tutupi dengan tetap nyaman, tetapi juga ketika kumpul orang kaya tak tampak miskin sendiri, ketika kumpul orang miskin tak tampak kaya sendiri.