AREA 2009 - 2010

AREA 61 Liburan SMS Formal

3,485 Views

TejomusikLima menit atau sepuluh menit bersama seseorang yang ramah-tamah dan penuh sopan-santun, mungkin asyik. Lebih dari itu mungkin kita gerah dan tersiksa. Apalagi jika kita bertemu dengan seseorang yang penuh formalias kayak gitu, dan di awal banget ngasih kesan dan penilaian bahwa kita adalah orang yang baik-baik.

Ada tuh teman saya, seorang penulis cerpen terkenal, cowok, yang gemar melakukan petualangan cinta dengan banyak perempuan. Suatu saat di Bali dia berkenalan dengan seorang perempuan yang berbusana rapi, pakai blazer dan rok span, penuh formalitas tetapi enak dan terasa tulus tegur sapanya.

Temen ini sudah membayangkan yang macem-macem. Dia merasa yakin bahwa dalam sepekan kunjungannya di Bali dia akan bisa menggaet cinta perempuan ayu, berkaca-mata dan berambut sepinggang itu. Tapi temen ini tampak langsung mati kutu karena di awal pertemuan, secara formal, sudah diberi kesan sebagai lelaki baik-baik oleh perempuan itu.

“Jarang sekali ada orang Jakarta seperti Mas,” kata perempuan itu lembut dan penuh hormat. “Maaf, biasanya orang-orang Jakarta itu suka memandang rendah kami orang-orang daerah. Tapi saya menangkap kesan, Mas ini orang baik-baik. Saya kira kita bisa selanjutnya bisa melakukan kerja sama secara terhormat.”

Di penginapan, temen saya yang sudah naksir perempuan itu tak henti-henti mengumpat sambil cekikikan. Musnah sudah segala bayangannya bisa macem-macem dengan perempuan Bali yang satu ini.

Sopan-santun dan formalitas memang enak di satu sisi. Tapi, di sisi lain, ia membunuh.

Saat memasuki puasa dan lebaran ini juga menjadi musim panen buat sopan-santun dan formalitas itu. Bacalah SMS sampeyan menjelang Ramadhan maupun nanti pas saat-saat menjelang takbiran.

Ucapan maaf menjadi lebih lengkap lagi formalitasnya karena itu bukanlah kata-kata asli yang sedang meminta maaf. Biasanya kata-kata itu adalah rangkaian kalimat umum yang bisa diunduh dari internet.

Sudah bukan pernyataan yang personal, yang pribadi, eh masih juga ucapan maaf itu juga tidak dialamatkan pada pribadi seseorang. Tidak ada nama si alamat di situ. Ucapan permohonan maaf melalui SMS, yang sudah bukan ungkapan pribadi itu, seolah-olah ditujukan kepada khayalak di sebuah rapat akbar. Bukan kita melakukan kunjungan pribadi satu persatu, mengetuk pintu, dengan menyebutkan nama di awal SMS.

Dapatkah kita libur atau keluar dari suasana penuh formalitas seperti itu?

Mengapa kita tidak bikin kalimat-kalimat sendiri yang lebih jujur dan lebih sesuai dengan orang yang sedang kita mintai maaf, setelah lebih dahulu menyebut nama yang kita mintai. Enak dan hepi lho mendengar atau membaca nama kita disebut, apalagi kalau urusannya adalah maaf-memaafkan.

Capek? Ya, memang capek. Tapi saya kira masih lebih melelahkan dulu ketika kita harus pontang-panting naik angkutan kota, naik sepeda motor, atau berjalan kaki ketika harus mengunjungi orang-orang yang kita mintai maaf.

Capek? Ya, memang capek. Tapi di zaman serbasusah ini saya kira baik juga kita membuat orang lain berbahagia karena disapa secara pribadi dan dimintai maaf secara pribadi pula.

Mungkin nilainya sama penting dengan memberi rezeki pada operator telepon seluler beserta seluruh karyawan dan keluarganya melalui merebaknya SMS formal yang sama sekali nggak dari ati.

(Dimuat di rubrik ‘Frankly Speaking’ AREA 61, 25 Agustus 2009)