Wayang Durangpo Tahun III (2011 - 2012)

Episode 134 Bagong Mantu di Planet Hollywood

5,212 Views

Episode134NDUK Lintas Tongas arah nang Suroboyo, sekitar Bayeman yang kerap digenangi banjir, ada orang namanya Karna Sukar.

Nama lengkapnya panjang sekali: Karna Sukar Orang Indonesia Disebut Sukar Tidak Terlalu Sukar Tapi Tidak Disebut Sukar Lha Wong Namanya Memang Sukar.

Believe it or not, KTP orang ini dibikin khusus sampai seluas kertas kuarto.

Jan-jane gitu bapaknya dulu mau menamai si jabang bayi dengan “Soekarwo”, persis nama Gubernur Jawa Timur yang akrab dipanggil Pak De Karwo. Tapi krenteg hatinya bilang jangan. Ia takut kelak sang anak menjadi gubernur Jatim. Biarlah, pikirnya, gubernur Jatim cuma ada satu selamanya yaitu Muhammad Nur.

Lantas bayi itu dijenengi Sukar saja. Tapi, setiap sedulur yang datang pas acara selapanan pada ngasih nama. Persis lakon-lakon kelahiran bayi nduk wayangan.

Lha kan juga gara-gara itu Gatut kaca namanya jadi banyak sekali. Bathara Narada, Kresna, dan tamu-tamu yang ngendhangi babaran bayi turut ngasih tetenger. Ada yang ngasih nama Bambang Tetuko, Kaca Negara, Kerincing Wesi, Arimbatmaja, Bimasiwi, Guritno, Gurudaya, Purbaya, Kancing jaya, dan … masih seabreg lainnya.

Bedanya, orang tua Sukar ingin lebih mulia dibanding wayang. Seluruh nama pemberian sanak-famili itu tak hanya dijadikan alias. Untuk menghargai sanak-kadang, semua nama pemberian mereka dijejer-jejernya sekaligus sangat panjang.

Nah, dari nama yang sepanjang rel kereta api Blitar-Kertosono itu, dulu waktu remaja teman-temannya memanggil cuplikan namanya saja: Wong. Ada yang memanjangkannya dengan Wong Kam Syu. Wah, banyak kemudian wong takon, menanyainya soal ramalan maupun Feng Shui.

Sayang seribu sayang, ternyata seluruh ramalan Wong meleset.

***

Seorang maling ayam pernah diramal Wong bahwa tak lama lagi, persisnya dalam tempo tujuh hari tujuh malam, akan dijebloskan ke penjara. Ternyata, penggemar Sengkuni itu malah terpilih dengan suara bulat-bulat menjadi kepala daerah di suatu Pemilukada. Sekarang rumahnya malah magrong-magrong dan punya banyak peternakan ayam.

Seorang pegawai rendahan di lingkungan perpajakan sekelas Gayus dan DW pernah diramal Wong akan menjadi Gubernur Bank Indonesia. Ternyata, penggemar Puntadewa itu malah dijebloskan ke lapas. Yang sledrang-sledreng naik jabatan justru si atasan.

Pernah juga secara Feng Shui ia bikin saran agar, di suatu daerah, kantor Kejaksaan, Kepolisian, dan Pengadilan tidak saling berhadapan-hadapan. Sebaiknya, menurut Wong, ketiganya saling memunggungi. Tujuannya, agar tak santer lagi desas-desus masyarakat bahwa mereka saling kongkalikong dalam menggarap kasus.

Proyek pembangunan perkantoran segera dilaksanakan. Ketiganya tak saling bermuka-muka lagi. Kantor kejaksaan berkiblat ke utara. Kepolisian ke selatan. Pengadilan ke barat laut. Apa yang terjadi? Eh, ternyata kasak kusuk malah semakin deras. “Rantangan kongkalikong saling dikirim lewat pintu belakang,” ketus seorang warga.

Semua ramalan dan saran Karna Sukar meleset sudah.

Masyarakat memecatnya sebagai paranormal. Hilang sudah pekerjaan Karna Sukar tatkala itu. Lalu, pas banget dengan namanya, kesukaran demi kesukaran akhirnya ancene melanda hidup keseharian Karna Sukar.

***

Gusti Alla ora sare.

Setelah sekian tahun Karna Sukar luntang-lantung, syukurlah akhirnya ia diterima dalam produksi film Bagong Mantu. Saat pemutaran perdana di Planet Hollywood malam itu, Karna Sukar, dengan kostum mirip Elvis Presley, datang bersama istrinya, perempuan manis dari seputar Wisma Atlet, Palembang.

Acara sangat resmi. Maklum, presiden hadir di antara tamu-tamu berbagai kalangan sejak pakar hukum sampai politisi. Meski resmi, suasana pemutaran layar lebar berdurasi 90 menit itu hangat dan cair. Haru dan tepuk tangan manunggal jadi satu. Penonton berair mata melihat Raden Burisrawa yang menjadi saksi akad nikah anak Bagong.

Bagaimana tak berkaca-kaca, masyarakat sebelumnya mengenal Burisrawa sebagai tokoh yang sangat vokal dan anti-Pandawa. Sedangkan Bagong adalah Ring Satu Pandawa. Tak mungkin putra Raja Salya dari Mandraka itu mau menjadi saksi akad nikah di Pucang Sewu, Padepokan Bagong. Hadir saja mustahil.

Masyarakat sebelumnya menjuluki Raden Burisrawa dengan plesetan Bapak Reformasi ketika dulu terang-terangan menolak pernikahan yang dikawal oleh Gatutkaca, pernikahan Raden Arjuna dan Dewi Subadra. Sekarang ia menjadi kuthuk, jinak, tak lagi main kritik sana-sini bahkan thelek-thelek bersedia menjadi saksi akad nikah anak pasangan Bagong-Dewi Bagnawati.

Pada film yang syutingnya berlangsung sejak Pak Harto jatuh Mei 1998 itu (produksi ini terkatung-katung dan baru rampung di zaman Pak SBY jadi Presiden) digambarkan bagaimana Pandawa mengunci Burisrawa. Ndak saja Pandawa bikin transaksi dagang sapi dengan memberi kesempatan kepada kaki-tangan Burisrawa untuk menjadi hulu balang di Pandawa.

Baladewa pun, yang masih terhitung kakak ipar Burisrawa, dibaik-baiki oleh Pandawa untuk menggertak Burisrawa. Kita tahu, selain ahli main pedang, Burisrawa juga ahli main gada. Dan satu-satunya orang di dunia yang permainan gadanya berimbang cuma Prabu Baladewa dari Mandura.

***

Usai Gala Primer film Bagong Mantu. Sepi.

Karna Sukar tahu betul bahwa wajah istrinya bertanya-tanya. Sebenarnya ia pun bertanya-tanya kok dirinya sama sekali ndak nongol di film tersebut. Ia semula menyangka akan jadi bintang walau perannya cuma figuran penonton pernikahan. Sebab, ia yakin tangisnya paling bagus di antara figuran lain. Matanya lebih kembeng ketimbang banjir di Bayeman.

Ia ingat, dalam syuting itu, aktingnya sedih pol melihat Burisrawa sudah tak lagi vokal tentang berbagai kasus, termasuk soal maling jadi kepala daerah, soal perpajakan, soal hubungan kepolisian-kejaksaan-pengadilan, dan lain-lain.

“Tapi kok rupaku sekilas pun tak ada di film itu ya?” hati Karna Sukar bertanya.

Tengah malam itu “Elvis Presley” dan istrinya yang asli Wisma Atlet membisu, berjalan pulang sepanjang trotoar karena tak sanggup ongkos angkutan kota.