Wayang Durangpo Tahun III (2011 - 2012)

Episode 150 Syekh Ngabdul Kadir Bancak-Doyok

7,791 Views

STcartoon1Ramah dan tamah. Khas arek Jawa Timur. Cak Bancak yang super sibuk itu nompo tamu. Padahal pagi ini tamunya datang tanpa janjian. Lha wong kenal saja belum. Tapi Kang Doyok, tamu itu, langsung diterima di ruang makan.

Bancak-Doyok,  seperti dua nama ponokawan dalam wayang beber, sambil menyantap sup buntut bikinan isteri Cak Bancak. Coba, kurang akrab yok opo?

“Jadi, Sampeyan jauh-jauh naik bis ke sini cuma mau ngasih tahu bahwa sebelum main bal-balan untuk tim Italia Mario Balotelli itu dulunya pemain ludruk?” tanya Cak Bancak sambil nglamuti daging di tulang rawan.

“Tul Cak Bancak.”

“Pemain ludruk nduk Njombang?”

“Tul Cak. Tapi Balotelli itu pemain ludruk spesialis jadi Batara Kala .. ”

“Hah? Batara Kala itu kan Batara Waktu? Dewa yang suka makan orang?” Cak Bancak batal menelan sup buntutnya.

“Tul Cak. Karena demi waktu, semua orang memang akan merugi. Semua orang akan diemplok Batara Kala? Kecuali orang-orang yang beramal dan …”

“Tapi Batara Kala itu cerita wayang, Kang Doyok,” Cak Bancak membunyi-bunyikan sendok di mangkuknya seperti dalang. “Hmmm…Sebetulnya Mario Balotelli ini main ludruk apa main wayang, Kang?”

“Tepatnya ludruk-wayang, Cak. Tapi ya itu yang saya heran. Dari main ludruk di Jombang dia ndak pernah mambu bal-balan, ndak pernah kedengaran ikut Persebaya lha kok sekarang langsung wes-ewes-ewes jadi pemain Italia.”

“Hehehe… Tapi pancen yo ngono itu hidup. Kadang-kadang jalannya ndak dinyana-nyana…Hmmm… Siapa tahu lho sebentar lagi mesin pencetak goal itu jadi motivator. Nama acaranya Mario Balotelli: The Goalden Way …”

“Wah…Betul itu Cak. Cuma, nanti wejangannya apa kira-kira kalau Mario Balotelli jadi motivator?”

“Ya, banyak lah. Sampeyan kira sumber falsafah hidup itu cuma dari KPK dan kementerian agama…Tidak. Dari bola juga bisa. Misalnya: Bola itu bundar. Atau, di lapangan hijau kaki sama pentingnya dengan kepala. Atau, di dalam adu penalti setiap pemain ingin menjadi penendang terakhir…”

***

Hmmm…Bancak-Doyok. Dongeng tentang kedua tokoh itulah yang disampaikan ponokawan Gareng kepada adik-adiknya, Petruk dan Bagong.

Dalam cerita Gareng, Doyok belum pulang-pulang juga dari rumah Bancak sejak pagi. Ia kesengsem sama obrolan tuan rumah. Kang Doyok minta agar Cak Bancak mau menjelaskan falsafah-falsafah dalam bola yang telah disinggungnya. Dengan senang hati Cak Bancak melayaninya. Istrinya mengganti sup buntut yang telah ludes dengan hidangan buah-buahan.

Bahwa bola itu bundar, kata Gareng mengutip Cak Bancak, sudah jelas. Dalam bahasa Jawa itu artinya Cokro Manggilingan. Hidup bagai roda pedati. Kadang di atas kadang di bawah.

“Biyuh cocok. Aku dan isteriku juga persis itu, Kang Gareng,” sela Bagong yang tak direken oleh Gareng.

Bahwa kaki dan kepala sama pentingnya, Gareng melanjutkan ceritanya, itu nyata sekali di alam bola. Orang-orang sekarang terlalu memuliakan kepala. Keagungan kaki mereka lupakan. Terlalu banyak teori dan diskusi. Tapi langkah dan sepak terjang mereka nol.

“Cocok. Istriku lebih suka kepala ayam ketimbang ceker-nya,” timpal Petruk yang juga tak direwes oleh Gareng.

“Bahwa dalam adu penalti setiap pemain mendambakan diri menjadi tukang tendang pamungkas, itu berarti … ”

Dalam cerita Gareng, Cak Bancak mandek kata-katanya karena terperangah pada tamunya. Tamunya tiba-tiba badannya makin membesar-makin membesar dan melegam persis sosok Balotelli. Lalu menjelang tengah malam perawakan tersebut makin lama makin berubah entah mirip siapa. Pada giginya muncul taring. Wajahnya memerah dan matanya bulat mendelik.

Anehnya, seisi rumah termasuk istri Cak Bancak seolah tak menyaksikan peristiwa ajaib itu. Yang tampak gugup berkeringat dingin sejagung-jagung cuma Cak Bancak.

“Aku sejatinya Batara Kala …” desis malihan Kang Doyok itu sambil menyeringai. “Heh Manusia Bancak….Ketahuilah sejatinya aku ke ruang makanmu ini ingin mencari Jaka Jatus alias Jatusmati alias Jaka Mulya .. Sudah aku obrak-ngabrik calon makananku itu ke mana-mana. Di gedung DPR, di KPK dan ditempat-tempat lain…Hasilnya nihil…”

Andai ada CCTV, pembaca dapat melihat betapa Cak Bancak ngompol di lantai saking gugupnya .

***

Tadinya kenapa Cak Bancak ramah tamah kepada tamu yang baru dikenalnya? Ia sangka tamunya pengumpul saweran koin pembangunan Gedung Baru KPK. DPR tak kunjung oke pada pembangunan Gedung Baru KPK, kan? Nah, ini kesempatan emas buat Cak Bancak sekeluarga ambil bagian dalam pemberantasan korupsi.

“Kamu sedang mikirk apa, heh Manusia Bancak?” Batara Kala melanjutkan. “Sempat-sempatnya kamu berpikir padahal sedang kalut. Lihatlah, dalam ketakutan pun kaki-kakimu tak jua melangkah. Kamu hanya berpikir, melamun, mengenang…kamu hanya memuja kepala…Kurang mengagungkan kaki.”

“Kamu pikir aku Batara Kala ini goblok memburu Jatusmati, anak ontang-anting, anak satu-satunya, yaitu salah satu syarat makanan Batara Kala? Anak tunggal dari janda Semawit alias Sembada itu sudah mandi kungkum di Telaga Nirmala. Artinya sebagai sukerta, sebagai jatah badogan Batara Kala, anak itu sudah ndak boleh aku santap bagai sup buntut. ”

“Tapi itu kan dalam keadaan masih normal. Ketika korupsi pun masih normal. Sekarang, ketika bahkan pengadaan Kitab Suci pun masih berani-beraninya dikorupsi, ketika situasi sudah makin gonjang-ganjing seperti ini, apakah jatah santapanku masih begitu-begitu saja kayak dulu-dulunya?”

***

Bancak dan Doyok lalu berangkulan. Selesai sudah latihan tahap pertama pergelaran wayang-ludruk untuk saweran koin gedung KPK dengan bintang tamu Kang Dahlan Iskan dan Mario Balotelli.