Wayang Durangpo Tahun II (2010 - 2011)

Episode 52 Lelaki Multi-Orgasme di Depan Balai Kota

4,944 Views

Episode052Ditawari panganan oleh orang baru kenal nduk trotoar dan nduk halte bus kota biasa banget. Malah kalau ganjel perut itu sungguh-sungguh ditawarkan dari dalem ati, bukan basa-basi sembari nunggu angkutan, juga masih lumrah. Pantes di bangku taman depan balai kota ada perempuan 20-an tahun mau-mau saja ditawari soto oleh lelaki sebelah yang baru dikenalnya petang itu.

Yang laki, sekitar 40 tahunan, ndak sedang makan permen atau roti yang gampang dicangking dan dicemil-cemil di tempat umum. Sambil menunggu bus kota, lelaki ini makan soto lengkap dengan mangkuk yang diletakkan di pangkuannya, di sebelah tas kulit coklatnya di atas bangku taman.

Di depan mereka, di ibu kota provinsi itu, lalu lintas usai buka puasa kembali padat berseliweran. Lampu-lampu merkuri jalanan mulai nyala. Teriakan-teriakan kondektur. Pekik para kernet sambil menyeka keringat di kening. Bermacam-macam jurusan dijajakan di jalanan. Asap knalpot dan deru mesin berbagai kendaraan membuat kota kembali bergairah.

Perempuan itu menyeruput kuah soto dari sendok yang dijulurkan lelaki di sebelahnya, di bangku taman yang merangkap bangku halte bus kota. Kadang irisan kobis. Barusan serpihan daging ayam campur seledri dan putih telur. Karyawati sebuah bank ini tampak menikmati betul petang harinya.

Dengan blaser kebiruan dan rambut ikal sepinggang, sama sekali tak terlintas tanda heran di wajahnya lantaran disuapi oleh lelaki yang baru dikenalnya di tempat umum. Hanya para penunggu bus kota di depan taman balai kota itu saja yang kerap mencuri-curi lihat dan terheran-heran memandang keduanya.

Orang-orang berkasak-kusuk. ”Kok sing lanang ndak takut perempuan cantik itu jangan-jangan copet ya?” bisik yang satu. ”Kan baru kemarin ada mahasiswi cantik dari Bandar Lampung ketangkep nyopet nduk Surabaya…”

Enak saja. Perempuan yang nggak merasa heran disuapi di pinggir jalan itu bukan copet, tahu. Yang bikin karyawati bank ini akhirnya tak kuasa menahan heran, ketika lelaki sebelahnya minta ditanyai nama. Permintaannya setengah memaksa malah.

Dipaksa begitu, si karyawati bank cekikikan. Giginya yang putih dan rapi mirip biji mentimun mewarnai petang di taman kota.

Laki-laki bertas kulit coklat itu tambah memaksa, ”Ayo, tanya’o nama saya. Nanti saya jelaskan. Situ kan sudah numpang makan soto saya tadi. Masa ndak ada timbal-baliknya? Masa disuruh tanya nama saya saja ndak mau…Ayooo…”

”Ya sudah, hihihi…Mas namanya siapa?”

”Nama saya adalah Prabu D-U-R-Y-U…D-A-N-A…”

”Ah, yang bener Mas? Prabu Duryudana? Raja Astina? Pemimpin kaum Kurawa?”

Yang ditanya mengelus-elus dagu, senyum-senyum mencibir bangga sambil tengok kanan tengok kiri. Dia rapikan letak kacamata bullet-nya yang mirip punya John Lennon. Dipatut-patutkannya juga kerah bajunya yang kotak-kotak mirip penyanyi country.

”Ya. Prabu D-U-R-Y-U-D-A-N-A,” lanjut laki-laki itu. ”Akulah pewaris tahta kerajaan Astina. Aku putra sulung Prabu Destarastra dan Dewi Ang­gendari. Aku bukan Chairil Anwar, tapi aku ingin hidup 1000 tahun lagi…Aku ingin dalam 65 tahun kemerdekaan kita ini, negara kita, negara Indonesia Raya kita, akan menuju masyarakat yang…”

Ya nggak tahu menuju masyarakat yang apa. Wong sekarang dia berbicara ke bangku halte yang telah kosong. Karyawati bank itu saking kaget dan takutnya sudah melompat ke bus kota tujuan gedung DPR Senayan Jakarta. Padahal maksudnya semula naik bus kota tujuan Kebon Binatang di Wonokromo Surabaya.

***

”Mas, coba periksa tas Sampeyan… Ada barang yang dicopet nggak sama perempuan tadi?”

”Prabu Duryudana” memindahkan mangkuk sotonya dari pangkuan ke bangku. Serta merta ia geledah dan periksa isi tas kulit coklatnya. Ternyata barang-barangnya tetap utuh bagai sediakala. Lalu ia keluarkan sebuah buku. Lelaki yang nyamperin wanti-wanti tentang copet itu sempat melirik judul buku: Pria Multi-Orgasme…

”Adik tahu kitab apakah ini?” tanya ”Prabu Duryudana”, ”Ini ada­lah Kitab Jitapsara…Dulu dimiliki oleh Prabu Batara Kresna. Isinya tentang skenario Perang Baratayuda. Siapa melawan siapa. Pada hari apa. Siapa menang siapa gugur…”

”Lho, Mas, bukannya itu buku Pria Multi-Orgasme untuk kebahagiaan suami-istri, karya Mantak Chia, guru ajaran Tao di dunia Barat sana, agar masyarakat melek, bukan cuma perempuan yang bisa multi-orgasme, tetapi..?”

”Hush. Bukan. Adik ini bagaimana. Adik jangan cuma percaya pada segala yang kasat mata, kasat telinga, kasat indra. Bacalah dengan mata hati. Ini bukan bukuuuu… Buku apa tadi?”

”Buku Pria Multi-Orgasme, ajaran guru Mantak Chia, ditulis oleh Douglas Abrams Arava, untuk kebahagiaan suami-is…”

”Bukan. Hahaha… Itulah akibatnya kalau Adik, manusia biasa, terlalu percaya pada panca indra. Dengar bertahun-tahun gaji karyawan SPBU di Malang dipotong, langsung menyalahkan manajernya. Nglihat kepala desa di Bondowoso menjual 1,4 ton beras raskin, beras yang mestinya dibagi-bagi buat warga, langsung nyalahkan kepala desa. Kenapa? Karena Adik terlalu percaya pada panca indra…”

”Sekarang, Dik, lihatlah buku ini, tapi tidak dengan panca indra. Pandang dengan mata hati. Ya inilah…Kitab Jitapsara… Harganya, waduh… Nggak tahu ya…Wong untuk mendapat kitab ini dari kah­yangan Prabu Sri Kresna, Raja Dwarawati, harus menyerahkan pusaka andalannya.”

”Apakah itu, Mas?”

”Itu adalah Kembang Wijaya Kusuma yang mampu menghidupkan orang mati.”

”Wuuiiih… Mahaaal… Ya okelah, Mas… Buku Pria Multi-Jitapsara ini ndak ada nilainya. Tapi untuk apa di hare gene, Sampeyan dan kita semua nyimpen Kitab Jitapsara…Untuk apa? Toh Perang Ba­ratayuda sudah selesai…”

Yup. Saya setuju, Dik. Perang Baratayuda Jayabinangun sudah selesai pada tanggal 10 November di Kota Pahlawan. Tapi ini kan baru bulan Agustus? Jadi, belum selesai. Dan Adik jangan salah ya…Di dalam Kitab Jitapsara tidak cuma disebutkan Resi Seta dari Pandawa melawan Resi Bisma dari Kurawa…Seta gugur. Prabu Yudistira berhadap-hadapan dengan Prabu Salya. Salya gugur. Bima tanding yuda menghadapi Dursasana. Dursasana tewas. Dan lain-lain… Dan lain-lain… Bukan cuma itu.”

”Memang dalam Kitab Jitapsara ini ada disebutkan soal apa lagi, Mas?”

Beeeee… Adik ini yok opo… Semua sudah disebutkan di sini. Lengkap. Kap. Kap. Kap. Jumat kemarin itu kan orang-orang ribut, ke mana tuh menghilangnya Kapolri Pak Jenderal Bambang Hendarso Danuri? Apa betul beliau menghilang lantaran raibnya rekaman percakapan Ari Muladi dan Ade Rahardja dalam kasus korupsi? Hehehe… Sebenarnya orang-orang itu tidak perlu geger seandainya sudah menyimak tuntas isi Kitab Jitapsara…”

”Ooooo…. gitu, Mas?”

”Iya, Dik. Lalu ini… Orang-orang juga ribut kenapa kok Jaksa Agung yang setaraf menteri, Pak Hendarman Supanji, pelantikannya cuma ditepuk-tepuk pundaknya oleh Pak SBY? Tidak pakai surat pengangkatan. Tidak pakai sumpah-sumpah kayak menteri-menteri lainnya… Hahaha… Sebenarnya orang-orang itu tidak per­lu geger seandainya sudah menyimak tuntas isi Kitab Jitapsara. Tapi sayangnya memang tidak setiap orang boleh membaca Jitapsara. Hanya aku yang mendapat kehormatan tertinggi untuk membuka-buka…”

”Hah? Memang, Mas ini siapa kok sampek punya hak istimewa?

Beeeee, yok opo…Adik tadi nggak sempat tanya to, ke perempuan blaser biru, rambut segini? Sudah jelas siapa aku ke dia. Aku ini Prabu D-U-R-Y-U-D-A-N-A. Akulah penguasa tunggal di Astina. Dan aku adalah…”

***

Teman sebangku ”Prabu Duryudana” sudah berganti remaja usia SMP. Lelaki yang tadi menghampiri ”Sang Prabu” sudah mlipir-mlipir pindah sekian meter ke kerumunan sesama penunggu bus kota. Mereka semua ngakak sambil melirik lelaki 40-an tahun di bangku halte itu. Mungkin mereka baru dapat info tentang siapa lelaki tersebut.

Ternyata remaja sebelah ”Prabu Duryudana” lebih enak diajak ngobrol. Selalu manggut-manggut penuh perhatian. ”Semua sudah ada di Kitab Jitapsara ini, Nak,” kata ”Prabu Duryudana”. ”Termasuk bahwa Indonesia terdiri atas 230 juta penduduk dan 4 juta situs porno. Semua sudah disebut di kitab ini. Yang tidak disebut cuma satu: ke mana rekaman percakapan Ari Muladi dan Ade Rahardja?”

”Ketahuilah, Nak. Kitab Jitabsara ini adalah sabda Batara Guru. Ditulis dengan tinta oleh Batara Penyarikan. Pas Penyarikan mau menulis perang antara Raden Antareja dan Prabu Baladewa, bersamaan mau menulis di mana posisi rekaman pembicaraan AM-AR, ada lalat terbang. Penyarikan nyampluk lalat, tinta tumpah. Akibatnya woooo…perang Antareja-Baladewa batal dan tak ada yang tahu posisi rekaman obrolan AM-AR. Andai saya tahu, siapa pun yang menghilangkan barang bukti itu pasti sudah saya gebuk, saya libas...Saya kumpulkan dengan para pengombang-ambing pupuk petani…Saya gebuk! Saya libas! Lebih baik pemimpin itu seperti saya, Prabu Duryudana. Otoriter tapi tegas dan berani. Daripada punya pemimpin baik, sopan tetapi lemah. Iya kan?”

Si remaja mantuk-mantuk. ”Prabu Duryudana” makin girang merasa khotbahnya diperhatikan. ”Sang Prabu” ndak tahu bahwa sesungguhnya di balik rambut gondrong si remaja ada terselip earphone di telinganya. Sesungguhnya bocah tanggung ini sedang sangat menikmati musik.

”Itu musik rap,” kata ponokawan Bagong di kejauhan kepada kakaknya, Petruk. ”Rekaman Mas Ari Muladi dan Pak Ade Rahardja sepi kalau ndak ada musiknya. Tak kasih drum. Tak kasih keyboard. Wah anaknya Kang Gareng itu seneng banget, Truk. Ke mana-mana disetel dan mantuk-mantuk.” (*)

Disadur Selengkapnya dari JawaPos/Mingguan/Wayang Durangpo