AREA 2009 - 2010

Sori, Aku Lagi “Off” sebagai Manusia

3,604 Views

Ngomong-ngomong soal liburan, kayaknya semua profesi ada liburnya deh. Bahkan dokter yang paling penting pun. Misalnya, yang piawai ngerjain operasi berat, mereka berhak libur. Paling cuma diwajibkan terus nyalain handphone agar kalau ada pasien dadakan si ahli ini masih bisa dikontak. Tak peduli ia sedang cuti atau leyeh-leyeh di mana.

Dan karena maling juga ada liburnya, tentu polisi lebih-lebih boleh punya libur. Pencurian mungkin yang nggak pernah prei. Satu maling pakansi, maling yang lain beroperasi. Tak henti-benti. Tapi polisi kan juga bisa gantian bertugas tak putus-putus. Polisi yang tak bertugas bisa jalan-jalan ma anak cucu.

Tapi polisi dan dokter juga manusia. Rocker juga manusia. Profesi apa pun termasuk yang lebih vital dibanding presiden yaitu penjaga pintu jalan raya kereta api jugalah manusia. Sebagai tengkulak kita boleh libur. Tapi sebagai manusia kita tak pernah punya hak libur. Misalnya sekali-sekali nggak menjalankan kelakuan seperti manusia gitu.

Tapi kalau kelinci boleh libur sebagai kelinci, kenapa manusia kok nggak boleh libur sebagai manusia? Di daerah Jawa Barat misalnya, ada kelinci yang makannya tak lagi sayur-mayur, tapi ikan pindang. Pemiliknya kebetulan penjual ikan. Sejak masa kanak-kanak, kelinci ini sudah terbiasa dengan sisa pindang yang nggak laku.

Di suatu kebun binatang tak jauh dari Jakarta, beberapa macannya kurus-kurus. Pasalnya, pengelola kebun binatang kekurangan dana. Daging terlalu mahal. Seringkali raja hutan itu harus libur sebagai raja hutan dengan dikasih sayur dan dimakan pula.

Sedangkan manusia tetap saja tak boleh libur apalagi mbolos sebagai manusia. Mutilasi kini kembali marak. Tak bisa tersangkanya bela diri, “Maaf Pak Polisi, waktu motong-motong mayat itu saya sedang mengajukan cuti sebagai manusia…Sekarang sih saya sudah masuk kerja lagi sebagai manusia …jadi sori aja ya beh.”

Dan jika betul terjadi kecurangan dalam bentuk apa pun pada pemilu presiden kali ini, sekali lagi jika betul, biang keladi atau biang keroknya nggak bisa bikin pleidoi, “Waduh nggak boleh ngadalin pemilu gimana sih kalian, kan waktu pemilu itu presiden, wakil presiden dan para menteri mengajukan cuti untuk kampanye..nah aku juga ikut-ikutan cuti, tapi saya mengajukan perlop sebagai manusia…”

Pembelaan ataupun pleidoi semacam itu tetap tidak bisa diterima oleh hakim, polisi, jaksa dan lain-lain jika lembaga dan sistem peradilan tidak memihak.

Pendek kata, kita tak boleh cuti sebagai manusia, tapi boleh sekadar cuti dari cara umum berpikir sebagai manusia. Misalnya, apa boleh buat, menanggapi zaman edan ini, supaya sampeyan ndak stres, sekali-sekali liburlah dari pikiran bahwa kelinci itu herbivora dan macan itu carnivora. Ndak selamanya kayak gitu kok.

Liburlah dari pikiran “kasih ibu sepanjang jalan, kasih anak sepanjang galah…” supaya kita nggak stres melihat kenyataan begitu banyak bayi saat ini yang dibuang oleh ibunya.

Liburlah dari pikiran “Sekolah gratis di mana-mana” seperti sering diumumkan Cut Mini di layar kaca karena kenyataannya kita para orangtua masih harus bayar ini itu…

Jadi kita nggak stres, libur dengan cara kita sendiri, seperti anak-anak kita mengisi liburannya dalam versi mereka sendiri dengan nonton film King dan Garuda di Dadaku.

(Dimuat di rubrik ‘Frankly Speaking’ AREA 58, 14 Juli 2009)