AREA 2011 - 2012

AREA 119 “Situ Belum Sarapan, ya?”

4,270 Views

TejomusikDi Time Line twitter saya setiap ada provokator biasanya saya tanggapi dengan pertanyaan singkat, “Kamu belum sarapan, ya?”

Mereka umumnya lantas cekakakan. Mereka, entah mahasiswa, entah aktivis LSM, setelah saya tanya begitu biasanya menjadi selow. Bisa juga mereka adalah siapa saja termasuk ibu rumah tangga. Setiap warga kan mungkin mengesali situasi negaranya.

Ini lalu menjadi semacam bumerang. Kalau saya sudah sewot saking nggak nahannya melihat tingkah orang di partai, di pengadilan dan lain-lain, ganti mereka yang tanya, “Kamu belum sarapan, ya?”

Heuheuheu…Sebetulnya ide untuk menanyai ikhwal sarapan itu bukan murni dari saya lho. Sumpah.     Suatu hari saya semobil dengan tentara. Ada petugas mencegat kami. Setelah SIM pengemudi dan STNK mobil diperiksa dan tidak ada masalah, masih saja petugas itu rewel.

Turunlah Pak Tentara. Ia cuma tanya sekalimat. “Sampeyan belum sarapan ta?”

Heuheuheu….Saya pikir-pikir, elok juga andai pertanyaan itu saya lontarkan kepada siapa pun yang sedang dirundung amarah maupun rasa kesal terhadap keadaan.

Wong logikanya masuk kok. Temen saya, seorang dokter pedalaman yang kini ambil S-2 di UI bilang, sarapan itu selain untuk energi fisik juga dibutuhkan untuk konsentrasi otak.

Bukankah orang yang terlalu kesal kepada pengakuan Angie di persidangan bisa jadi adalah orang-orang yang kurang fokus pada bidang kerjanya sendiri?

Maksud saya: Kesal tentu sah-sah saja. Tapi terlalu kesal? Apalagi jika kekesalan yang keterlaluan itu kebawa-bawa dari pagi sampai menjelang tidur malam.

Atau, mungkin juga mereka sudah sarapan, tapi sarapannya keliru. Yaitu, melulu karbohidrat.

Amacaciiiih keliru? Kan kami sudah turun-temurun ya sarapan begitu. Nasi kuning, pecel, lontong sayur mie, nasi krawu, nasi kucing, bubur ayam, nasi liwet…”

Lho, bukannya warisan leluhur termasuk kebiasaan-kebiasaan itu belum tentu benar? Buktinya semua orang sudah gosok gigi sejak kanak-kanak. Tetapi, setelah pelatihan singkat dari dokter, ada yang baru usia 50-an tahu dan sadar bahwa caranya menyikat gigi selama ini salah. Salah arah sikat, salah kemiringan sikat, salah tekanan dan lain-lain.

Dulu sekali, di rubrik ini saya pernah bertanya, dari manakah kebiasaan makan tiga kali kita? Adopsi dari Eropa breakfast, lunch, dinner tapi akhirnya di kita semuanya jadi pakai karbohidrat mau pagi siang malam? Atau ini akar dari suatu agama di Tanah Air yang melakukan tiga kali sembahyang lantas menyantap persembahan (karbohidrat) itu usai ritual sembahyang?

Sampai hari ini, saya intip orang-orang sono itu sarapannya kok sereal campur susu, roti gandum, selai kacang, sosis, rempah tomat yang dilumuri minyak zaitun, sandwich. Mau dia orang Portugal, Jerman, Inggris, Maroko, Spanyol, Kuba dan lain-lain.

Tentu dengan variasi dan penyajian berbeda walau dengan inti serupa. Orang-orang Polandia misalnya, pakai jajecznica, intinya telur dengan balutan sayur mayur. Orang-orang Swedia menyarap kayak bentuk pancake yang disebut pannkakor …kelihatan seperti crepes dan berasa manis. Di Australia ada selai legenda yang disebut vegemite.

Terus di…

Hah? Kok saya jadi memuja asing? Apakah saya belum sarapan?