Suara Pembaruan

Dongeng Cinta Kontemporer I – Sujiwo Tejo 28-29 Mei 09

11,195 Views

dc1st1aSastrajendra Hayuningrat Panguwating Diyu”

Sujiwo Tejo menggelar versi terbaru Dongeng Cinta Kontemporer – Sastrajendra Hayuningrat Panguwating Diyu” di Gedung Kesenian Jakarta 28-29 Mei 2009 mulai pukul 19.30 WIB di Gedung Kesenian Jakarta, Jalan Pasar Baru Jakarta Pusat. Kita diajaknya guyon bareng dan bersenandung bareng dalam musik yang ditata oleh Viky Sianipar, pemusik berbakat yang kreatif memadukan musik modern dan etnik.

Dalam interaksi guyon bareng itu, Sujiwo Tejo mengajak penonton berinteraksi, dan protes-protes kalau merasa tidak cocok dengan lakon cinta yang ditafsirkannya secara kontemporer. Ia berharap, di panggung nanti, sambil berjalan dan secara improvisatoris, akan dicapai titik temu yang indah sekaligus mengharukan.

Sang dalang juga berharap, dari pertunjukan ringan sektiar 1,5 jam ini seluruh penonton bisa mendapat jawaban mengapa kisah cinta mereka sendiri dalam hidup keseharian kok jadi seperti ini.

REPORTASE:

Dongeng Cinta di Panggung Hitam Putih

Budayawan Sujiwo Tejo tampil dalam pertunjukan teater musikal bertajuk “Dongeng Cinta Kontemporer Sujiwo Tejo” di Gedung Kesenian Jakarta, Kamis (28/5). Pertunjukan ini berlangsung pada 28 – 29 Mei 2009.

Hitam putih kehidupan, terkadang tidak sejalan dengan cinta. Dalam menjalani hidup, manusia kerap dihadapkan dalam dua pilihan. Namun untuk cinta, tidak ada istilah hitam dan putih. Cinta tetap cinta. Karena itulah, di atas panggung bertatanan hitam putih, seniman asal Jember, Jawa Timur, Sujiwo Tejo mendongeng tentang cinta. Dalam Dongeng Cinta Kontemporer Sujiwo Tejo, yang berlangsung di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), Kamis (28/5) malam, cinta diibaratkan sebuah perburuan remang-remang yang tak akan usai. Sebab, di sepanjang jalan hidupnya, manusia selalu bersentuhan dan membutuhkan cinta.

Denting suara piano terdengar di awal pertunjukan. Jari-jari sang pianis Marusya NF Nainggolan bak menari di atas tuts-tuts piano. Sebuah instrumen lagu berjudul Cinta dibawakan dengan romantis. Pancaran sinar lampu kemerahan sengaja diarahkan langsung ke sang pianis.

Selesai dengan instrumen piano, Sujiwo Tejo dan rekannya Viky Sianipar muncul di atas panggung. Dua seniman itu mengenakan baju putih lengkap dengan syal bercorak etnik. Sujiwo langsung mengambil tempat di tengah-tengah panggung. Ia berada di atas takhtanya, lengkap dengan tiga alat musik, yakni gitar, saksofon, dan flute. Sementara itu, Viky mengambil posisi di sebelah kanan ditemani sebuah keyboard.

Sesuai dengan konsep pertunjukan, yakni musik kontemporer, Viky dan Sujiwo memberi hiburan yang atraktif kepada penonton. Suasana malam itu sengaja dibuat hidup bak sebuah perbincangan di antara sekelompok teman dekat. Penonton bebas “nyeletuk” saat Sujiwo tengah mendongeng.

Dongeng dibuka dengan kisah seorang pria yang kebingungan menyampaikan rasa kangen kepada sang kekasih. Menurut Sujiwo, rasa kangen tidak cukup diucapkan dengan kata-kata semata. Terkadang, apa yang dirasakan melebihi ungkapan yang dilontarkan.

Dongeng tentang kangen pun selesai. Sujiwo dan Viky membawakan musik tentang rasa kangen. Sujiwo, dengan penuh ekspresi memeluk saksofon, seolah memeluk seorang wanita. Sambil bersenandung, ia membelai-belai saksofon. Sujiwo seperti ingin menggambarkan rasa kangen seorang pria kepada sang kekasih hatinya.

Rampung dengan dongeng rasa kangen, Sujiwo kembali meyuguhkan cerita tentang cinta. Bukan sembarang cinta. Kali ini, ia bercerita tentang kecintaan pria bernama Gagah terhadap obsesi, pekerjaan, dan keluarga.

Sekilas, kisah hidup Pak Gagah yang disampaikan Sujiwo mirip dengan cerita manusia-manusia gagal di Indonesia. Terkait dengan “musim pemilu”, harus diakui proses penghitungan suara calon legislatif (caleg) menimbulkan banyak fenomena di Tanah Air. Satu fenomena adalah caleg-caleg stres. Pak Gagah, dalam Dongeng Cinta Kontemporer Sujiwo Tejo adalah contoh caleg stres.

“Ini fakta, saya tidak mengada-ada dengan cerita Pak Gagah. Sebab, di luar sana banyak orang pintar yang stres karena gagal menjadi caleg,” lontar Sujiwo.

Dalam menceritakan dongeng Pak Gagah, Sujiwo kerap menyelipkan lelucon-lelucon yang mengundang gelak tawa penonton. Hampir semua kejadian hangat di Indonesia, disampaikan dengan sindiran lucu. Lagi-lagi, kondisi Indonesia yang belum stabil menjadi inspirasi bagi para seniman.

Romantis

Sambil bercerita, Sujiwo juga unjuk kebolehan bermain gitar, saksofon, dan flute. Permainan musik Sujiwo tetap diiringi Viky dengan keyboard-nya. Karena itu, suasana mendongeng pun semakin hidup. Penonton tidak hanya dibuai dengan cerita lucu dan menyentil, tetapi juga terhanyut oleh alunan musik romantis Viky dan Sujiwo.

Pertunjukan yang berlangsung 90 menit tersebut dikemas sederhana. Di atas panggung hitam putih, hanya ada tiga pemain utama. Namun, meski tidak menampilkan banyak gerakan, pertunjukan tidak membosankan. Sujiwo dan Viky berhasil menampilkan semangat pertunjukan lewat cerita, guyonan, dan alunan musik.

Di balik pertunjukan sederhana ini, Sujiwo menyelipkan pesan cinta kepada semua penonton. Cinta, secara kasatmata kadang hanya menimbulkan persoalan. Namun, sesungguhnya di balik persoalan itu, ada cinta agung yang menjadi daya gerak di antara sesama manusia. [EAS/N-5]

Dikutip sepenuhnya dari: Abimanyu

SUARA PEMBARUAN DAILY 29/5/09

http://www.suarapembaruan.com/News/2009/05/29/Hiburan/hib01.htm