Wayang Durangpo Tahun II (2010 - 2011)

Episode 91 Tragedi Pasar Kemis dari Yu Nani

6,474 Views

Episode091Kayaknya orang ini sedang mabuk. Lha jelas-jelas sosoknya masih seperti ponokawan Petruk. Hidungnya panjang. Badannya tinggi. Perutnya buncit. Bibirnya selalu mesem. Kok ujuk-ujuk dia ngaku sebagai Prometeus dari mitologi Yunani. Ketemu pirang perkoro?

Orang-orang di Pasar Kemis tak hirau apakah itu masih Petruk atau wis Prometeus. Yang penting mereka merasa terhibur. Mereka capek oleh berita-berita politik yang makin nggak jelas. Apalagi pihak kerajaan tiba-tiba memutuskan hari libur secara sepihak. Para pemimpin haus liburan. Masyarakat haus hiburan.

“Perantau haus lebaran,” celetuk salah seorang pendatang di pasar tradisional itu. Di tangannya ada 1 gram sabu, jadi mungkin tak akan dipenjara.

“Akulah Prometeus,” tiba-tiba Petruk suaranya parau dalam gaya deklamasi. Orang-orang di pasar keplok-keplok. “Aku curi api dari sorga. Aku berikan kepada manusia. Lalu Zeus menghukumku. Penguasa para dewa itu menghukum aku berat sekali. Lihatlah di atas gunung karang Kaukasus ini kaki dan lenganku…Lihat. Terbelenggu rantai yang tak bisa putus. Nun di ujung sana raksasa pelayan Zeus menggenggam ujung-pangkal rantai tubuhku…”

Ck ck ck ck ck…Para penonton di Pasar Kemis sambil geleng-geleng kepala mengagumi ketabahan Prometeus di terik gunung karang.     Di belakang Petruk ada Gareng tertunduk. Anehnya, tiba-tiba sulung ponokawan itu mengaku diri sebagai Hefestus, pandai besi pelayan Zeus. Oalah, yang mabuk ndak cuma Petruk tok to. Tunjangan uang pulsanya yang setara wakil rakyat yakni  14 juta perbulan dibelikan minuman semuanya. “Akulah Hefestus. Aku mengutuk keahlianku sendiri,” kata Gareng dengan suara terseret-seret. “Tak kusangka bahwa keahlianku ternyata dipakai untuk menghukum sahabatku sendiri, Prometeus. Betul. Akulah yang membuat rantai belenggunya Ooooo…”

Penonton gemuruh. Mereka bertepuk-tangan. Bagong melu-melu mabuk. Jalannya gontai. Bungsu ponokawan itu mengaku sebagai Lapetus.  “Ooo tragis,” katanya limbung. “Anakku Prometeus dihukum bukan karena kejahatan. Anakku dihukum karena kecintaannya pada manusia, yaitu mengambilkan api dari surga untuk kebahagiaan manusia di bumi.”

Tepuk tangan penonton di Pasar Kemis untuk Bagong tak kalah seru dibanding sambutan mereka kepada Gareng dan Petruk. Ketika Petruk meminta penjual jamu gendongan menjadi salah satu tokoh dalam mitologi Yunani itu, Mbok Jamu malah cengengesan.

“Ayo Yu…Agar ceritanya terus berlanjut sampai akhirnya  Zeus dan Prometeus berdamai…” bujuk Petruk tak putus asa.

“Halah lha wong aku ini ndak ngerti babar blas dongeng-dongeng Yu Nani…Kalau cerita tentang Kancil saya malah mudeng…” Mbok Jamu tetap tak mau jadi orang Yunani.

Akhirnya ponokawan Gareng Petruk Bagong setuju Mbok Jamu mendongeng tentang Kancil saja. “Soal hubungan Kancil dengan mitologi Yunani nanti kita gatuk-gatukkan saja..” kata Gareng. Dalam situasi semuanya mabuk, orang-orang Pasar Kemis pun akur sependapat.
***
Siang yang galau di Pasar Kemis. Mbok Jamu mengawali dongengnya soal Kancil. Penuturannya ditimpal-timpal oleh ponokawan sehingga menjadi punya kaitan dengan mitologi Yunani.

Di suatu hutan yang galak, di belantara antah berantah…tersebutlah bahwa setiap hari penghuni hutan merasa cemas. Siapakah yang besok kena giliran menjadi mangsa raja hutan harimau? Ah tapi kecemasan dan penderitaan itu tak ada apa-apanya dibanding situasi yang harus disangga Prometeus.

Maka para hewan penghuni hutan itu kembali punya harapan. Apalagi hutan yang hijau tidak seganas gunung karang di Kaukasus tempat hukuman Prometeus.

Ketika si raja hutan tertidur pulas, seluruh binatang yang cemas itu mengadakan musyawarah. Kancil terpilih sebagai tokoh yang memimpin rembukan. Ia memoderatori dialog serigala, trenggiling, landak, rusa, kijang, menjangan, cendrawasih, kasuari, kakatua…dan lain-lain.
“Sudahlah, percuma kita lari-lari ketakutan terus, ” Kancil mengakhiri musyawarah. “Kita ikhlas saja nunggu giliran kapan dimangsa oleh raja hutan harimau. Setuju?”

Wah, ini berat. Tapi apa boleh buat ujung-ujungnya semua partai dan ormas hewan setuju termasuk kuskus, jalak, anoa, nuri, enggang dan lain-lain. Kancil pamit. Ia pergi melaporkan hasil rapat itu kepada si raja hutan yang masih pulas di semak-semak. Dibangunkannya sang raja rimba. “Sekarang Tuan Raja Hutan tidak perlu mengejar-ngejar mangsa lagi. Mulai besok setiap pagi akan hadir ke hadapanmu hewan-hewan yang mendapat giliran kamu mangsa, ” hatur Kancil. Sang Harimau senang sekali mendengar kabar baik ini. Sudah capek dia mendengar kabar buruk hampir saban hari.

Balik lagilah Kancil ke rapat para fraksi dan komisi hewan-hewan non-macan. Ia mengundi siapa yang besok pagi harus menghadap harimau. Cilaka! Ternyata hasil lotre menyebutkan Kancillah yang pertama kali harus menjadi mangsa raja hutan besok pagi.

Esok paginya, harimau sudah menunggu lama tapi tak kunjung ada mangsa yang menghadap. Ia sudah mulai marah. Lalu datanglah Kancil dengan nafas melar-mingkus ngos-ngosan. “Jangan marah, Tuan Raja. Aku sudah dari tadi ingin menghadapmu,” kata Kancil. “Tapi di tengah jalan dicegat harimau lain…”

“Apa? Ada harimau lain di hutan ini?”
“Badannya juga lebih kokoh dan kuat dibanding dirimu…”

Telinga harimau itu tambah memerah. Geramnya, “Ada harimau lain di hutan ini yang lebih perkasa dibanding aku!!!?” Sang Harimau makin mendidih lagi darahnya karena Kancil tak berhenti mengompor-ngompori. Si Raja Hutan menyuruh Kancil mengantarkan ke tempat saingannya. Kancil menunjukkan sebuah sumur tua. Si Raja Hutan langsung melompat ke sumur tanpa dasar itu dan tamatlah riwayatnya.
***
“Hubungannya apa si Kancil dan dongeng Yu Nani,” teriak penonton di Pasar Kemis.
Bagong asal njeplak, “Lho, kalau tidak ada api yang dicolong Prometeus dari sorga, malam sehabis rapat itu kancil tidak punya penerangan. Dia tidak akan bisa membaca buku-buku. Terus dari mana Kancil bisa mendapat trik menghadapi harimau?”

Wakil rakyat yang sedang studi banding di Pasar Kemis tak puas dengan jawaban Bagong. Menurutnya Kancil bisa mengalahkan harimau bukan karena buku-buku bacaan tentang trik yang diterangi api dari sorga hasil curian Prometeus. “Bukan. Itu karena Kancil kesusupan arwah Rahwana,” kata anggota dewan itu juga dalam keadaan mabuk. “Sebelumya arwah Rahwana menyusup ke harimau itu. Tetapi si harimau mengecewakan. Lalu ganti menyusuplah arwah itu ke raga kancil.”

“Berarti arwah Rahwana itu sebelumya menyusup ke Zeus,” timpal Mbok Jamu.
“Kok gitu, Mbok Jamu?”
“Iya, Pak Anggota Dewan, supaya ada hubungannya dengan dongeng Yu Nani. Kan kata Mas Gareng di negeri ini semua harus bisa dihubung-hubungkan, sambung-menyambung menjadi satu…”
“Itulah Indonesia,” sambung Bagong semakin mabuk.

Pedagang ayam nyeletuk, “Yen tak pikir-pikir, ini malah mirip lakon wayang Anggada Mbalela. Kancil itu Anggada. Harimau itu anak Rahwana, yaitu si Dasawilukrama. Zeus itu Rahwana dan Prometeus itu Prabu Ramawijaya.”

Ponokawan Gareng Petruk Bagong memberi tempat pedagang ayam untuk mulai mendongeng di lingkar kerumunan orang-orang Pasar Kemis. Berikut ini penuturannya.
***
Setelah Raja Alengka Rahwana sekarat lantaran ditimbun Gunung Lawu oleh Hanuman, arwahnya gentayangan. Arwah bernama Godayitma itu menyusup ke anak Rahwana yang masih hidup, yakni Dasawilukrama. Manusia biasa saja kalau disusupi Godayitma bisa berbahaya, apalagi Dasawilukrama yang seorang raja Alengka…

“Lho, bukannya Rahwana sudah ditaklukkan Prabu Ramawijaya dari Ayodya,” tukas seorang tukang daging sapi. Anggota dewan juga menanyakan hal serupa. Maklum, baru saja ia pulang dari studi banding di pusat Ramayana di India.

Harusnya Rama memang memimpin kerajaan taklukannya. Tapi Prabu Rama tak bersedia menjadi raja Alengka. Ia justru mengangkat anak Rahwana menjadi raja. Anggada iri. Apalagi putra Resi Subali ini merasa berjasa dalam penaklukan Alengka untuk operasi pembebasan Dewi Sinta. Anggada minggat meninggalkan Rama sekaligus memata-matai Dasawilukrama.

Meski dilandasi irihati, ternyata kecurigaan Anggada ada benarnya. Dasawilukrama yang telah dianugerahi pusaka Pecatyitma menyusup ke Ayodya. Anggada membuntutinya. Ketika Dasawilukrama hendak menghunjamkan pusaka ke Prabu Rama, Anggada menggagalkannya. Arwah Rahwana yang kecewa terhadap Dasawilukrama berpindah ke Anggada. Anggada jadi beringas menggigit leher Dasawilukrama sampai putus dan tewas.

Ternyata sehabis itu, Anggada yang kesusupan arwah Rahwana  mengejar-ngejar Prabu Rama untuk membunuhnya.

“Lho, kalau Rahwana dan Rama itu seperti Zeus dan Prometeus, mestinya keduanya damai kan?” tanya seorang tengkulak.

“Yang bisa menjawab itu cuma Kancil,” kata Mbok Miras, yaitu Mbok Jamu yang kini seluruh botol di gendongannya telah berisi minuman keras dan sabu.
***
Disadur selengkapnya dari Jawa Pos Kolom Mingguan Wayang  Durangpo