Sindo

Kebangkitan Tobat Nasional

2,893 Views

Pekan lalu ketika disuruh mendalang di Radio Utan Kayu Jakarta, saya membawakan topik yang agak basi. Bahwa bangsa ini terus dirundung perkara karena karma bersama sebagai bangsa.

Makanya bencana tak usai-usai. Entah bencana itu berupa peristiwa alam yang wajar sebagai respon terhadap ulah manusia. Entah bencana itu di luar peristiwa alam, misalnya korupsi dan manipulasi.

Dengan topik yang bagi saya basi itu, di luar dugaan, saya mendapat banyak telepon dari pendengar. Sebagian besar protes. Kenapa mereka musti menanggung dampak korupsi kalau mereka merasa tak ikut-ikutan korupsi?

Kenapa mereka musti menanggung harga-harga kebutuhan pokok yang makin naik, biaya sekolah anak yang kian tinggi, dan lain-lain “empedu” akibat ulah sebagian orang yang korup?

O ya, dalam siaran pedalangan itu saya juga mengusulkan acara tobat nasional. Nah, sebagian penelepon dan pengirim SMS protes pula. Kenapa pula mereka harus ikut-ikutan bertobat agar keadaan bangsa ini jadi baik? Bukankah yang harus bertobat adalah pihak-pihak yang doyan duit tak halal dengan jalur merampok negara?

***

Malam itu saya bersyukur dikasih kesempatan menjawab telepon oleh Mas Andre Agung Nugroho, pemandu siaran. Cuma, saya tidak tahu apakah radio sudah dimatikan para penelepon ketika saya sudah mulai menjawab.

Bisa saja mereka ketiduran karena acara itu berlangsung tengah malam. Sementara besok pagi mereka harus cari duit buat biaya sekolah anak yang kian gila-gilaan.

Mungkin masih ada beberapa lagi warga yang keberatan dibilang bahwa segala bencana nasional ini akibat karma kita bersama, alih-alih diminta melakukan tobat nasonal. Mereka cuma tidak sempet telepon aja atau mungkin sedang berantem dengan isteri atau suami akibat himpitan ekonomi sehari-hari.

Ibu-ibu yang saya cintai, kalau betul demikian halnya, tolong sampaikan permohonan saya pada mereka, permohonan yang didorong kepercayaan bahwa kehidupan tak hanya dilandasi oleh pikiran rasional, permohonan yang dipicu keyakinan bahwa pemberantasan korupsi via jalur rasional seperti penegakan hukum penting tetapi masih ada banyak hal di luar rasio yang perlu pula kita pertimbangkan dalam pemberantasan korupsi.

Ibu-ibu yang saya cintai, ini permohonan saya kepada mereka yang saya mintakan pertolongan ibu-ibu buat menyampaikannya:

Mari kita melakukan tobat bersama nasional. Inti pertobatan adalah pengakuan lalu tekat untuk memperbaiki apa yang telah kita akui.

Mari menyongsong Kebangkitan Nasional ini dengan kita akui bareng-bareng bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang munafik. Dan korupsi terjadi juga lantaran kemunafikan itu.

Akan berapa kali lagi saya musti merengek-rengek dalam forum ini bahwa please kita hentikan segala kemunafikan ini? Please…kita anggota masyarakat jangan menggunjingkan pejabat yang ngasih kado murah pada hajatan keluarga kita, tapi kalau bisa justru bangga akan pejabat itu karena bisa jadi tak korupsi makanya kadonya murah meriah.

Please jangan lagi munafik dengan mengecam pejabat yang korup tetapi ngomong di belakang kalau ada pejabat miskin justru karena jujur, kalau ada isteri pejabat yang gelang-kalungnya ndak gemebyar kerlap-kerlip…kalau ada anak pejabat yang naik bis kota…dan sebagainya.

Jangan lupa, Kresna, tokoh wayang yang dipuja-puji sebagai raja bijaksana di kalangan masyarakat Jawa, sebenarnya juga munafik. Makanya matinya susah. Kresna munafik, tak pernah mengakui, bahkan mengungsikan salah satu anaknya yang bernama Gunadewa karena sosoknya mirip monyet.

Tetapi emang sudah lama banget masyarakat Indonesia, terutama orang Jawa seperti saya, memuja-muja kemunafikan.

***

Ibu-ibu yang saya cintai, ini permintaan saya juga kepada pihak-pihak yang saya mohonkan ibu-ibu buat menyampaikannya:

Mari menyongsong Kebangkitan Nasional ini dengan kita akui rame-rame bahwa selain munafik, bangsa Indonesia adalah bangsa yang pendendam, terutama yang paling saya tahu full kesumat adalah orang Jawa seperti saya sendiri.

Karena, seperti kerap disampaikan kepada saya oleh para ustadz dan juga oleh seorang perwira menengah Angkatan Darat yang kini dekat dengan kalangan berbagai agama, kemunafikan dan dendam (dengki) adalah tiga hal yang diwanti-wantikan oleh Rasulullah SAW di samping arogansi. Di samping arogansi, kemunafikan dan dendam itulah yang disabdakan Nabi bakal membawa kehancuran kolektif.

Mari kita akui barengan, bisa di lapangan, bisa melalui televisi dalam siaran serentak dengan seorang pemandu tobat, bahwa korupsi yang berakibat panjang sampai ke menjulangnya harga-harga dan tingginya angka pengangguran ini terjadi lantaran reformasi tahun 1998 tidak terutama didorong oleh kehendak bersama buat memperbaiki bangsa ini, namun lebih didorong oleh dendam kesumat massal untuk gantian menikmati kekuasaan dan kuyupnya fulus.

Saya ini munafik orangnya. Saya ini pendendam bawaannya. Tapi kira-kira di atas tanah dan air di kanan kiri khatulistiwa ini saya tidak sendirian sebagai orang munafik dan pendendam. Dan persoalan bangsa ini mungkin segera usai jika kita kibarkan ikrar buat mengubah kemunafikan dan sifat dendam itu dalam sebuah pertobatan nasional apapun bentuknya.

Ada yang tak percaya hal-hal ndak rasional seperti pertobatan ini sanggup mengatasi persoalan bangsa. Mereka lebih yakin akan jalur rasional seperti penegakan hukum dan kerja konkret.

Ya, memang. Banyak orang-orang religius yang bilang doa (seperti pertobatan) itu mestinya ya 99 persen terdiri dari usaha atau kerja nyata. Ritual berdoa seperti ke mesjid dan ke gereja cuma 1 persennya. Jadi kalau misalnya kita pengin rumah tidak roboh, ya caranya berdoa adalah dengan 99 persen bikin pondasi rumah dan 1 persennya melakukan ritus permohonan kepada Tuhan.

Tapi mereka mungkin lupa ya, Bu, bahwa tanpa tambahan 1 persen, 99 persen tetap tak bisa jadi 100 persen. Tanpa pertobatan nasional, pemberantasan korupsi bagi saya tak 100 persen bulat kita lakukan.

(Dimuat di harian Sindo, tanggal 18 Mei 2007)