AREA 2009 - 2010

Maaf, Ini Mirip Kentut

3,229 Views

Saya tahu penyanyi kesayangan istana. Di antaranya Waldjinah. Kalau pelukis kesayangan istana, bahkan istana-istana manca, ya misalnya Basoeki Abdullah. Hmm…penari ya Rusman. Dia piawai melakonkan Gatutkaca. Tapi urusan makanan?

Saya tidak tahu tuh juru masak kesayangan istana. Juru masak favorit artis-artis saya juga tidak tahu. Ribut-ribut rencana pernikahan Nirina Zubir cuma bikin saya tahu siapa perancang baju pengantinnya kelak. Siapa juru masak pestanya nanti meneketehe

O iya…ini lagi, jadi ingat: Perang Bharatayuda 18 hari di Tegal Kuru Setra cuma sibuk melukiskan senjata ini bikinan mana, kereta perang itu bikinan siapa, baju zirah ini warisan dari resi di pucuk gunung mana….Direktur R & D Panglima Pandawa adalah Kresna. Tapi siapa Presiden Direktur Katering Bharatayuda, lagi-lagi, meneketehe

Kayaknya urusan kuliner emang agak disepelekan ya? Betul, kata orang Madura, acara kan-makan, marak ditampilkan televisi. Tapi tentang siapa sebenarnya pemberi makan para pekerja berdasi-berblazer di gedung-gedung perkantoran perkotaan? Ini yang kurang dibahas. Padahal para pekerja rapih jali itu tak bakal menyumbang pertumbuhan ekonomi, mengisi kemerdekaan, kalau perutnya tidak lebih dahulu diisi.

Mirip-mirip ini: Orang lebih tahu bahwa Pasar Rebo, Pasar Minggu, Pasar Senen itu sangat mungkin dibikin waktu Sultan Agung menyerbu Batavia. Tujuannya menggilir dan memeratakan keramaian pada hari-hari tertentu di seantero Betawi.

Orang lupa bahwa, konon, Sultan Agung juga membawa orang-orang Tegal untuk mengurus dapur umum dalam penyerbuan Batavia. Selanjutnya ini berevolusi menjadi warung-warung Tegal sekarang. Termasuk warteg di Mampang Prapatan XVI langganan Cornellia Agatha.

Saya mengacungkan jempol pada kameramen televisi yang sempat men-shoot lama nasi kotakan di kursi-kursi kosong kampanye hari pertama, kampanye damai di Tangerang. Kameramen ini seakan tahu betul bahwa lebih penting ketimbang visi misi dan bendera partai, adalah…MAKANAN!

Dan membayangkan Jakarta cuma tentang gedung-gedung megah perkantorannya? Tanpa bayangan tentang pedagang kaki lima yang menyuplai perut para pekerja berblazer dan berdasi? Ini sama aja dengan melihat penyanyi dangdut Thomas Djorghi cuma dari sisi keglamorannya di televisi. Lupa bahwa dia tuh penyantap mi instan di warung Pancoran atau Jalan Cikajang. Ada kalanya dia juga muncul di Bakso Tenis Pak Kumis di Lapangan Blok S.

Sama aja silau dengan prestasi atlet-atlet yang kerap menginap di Hotel Atlet Century Park Senayan, tanpa mau tahu pada Mbok-mbok (aduh saya lupa namanya) pedagang makanan kaki lima di belakang hotel itu, yang kenal baik hampir semua atlet bahkan seriwayat-riwayatnya.

Sampeyan membayangkan kemegahan gedung Garuda, Telkom, Balai Kota, tanpa bayangan tentang pedagang makanan kaki lima di Kebon Sirih II yang kasih asupan perut para pegawainya? Membayangkan Wisma BDN tanpa pedagang kaki lima di jalan H. Agus Salim, atau sejawat sektor informalnya yang lain di sekitar Gedung Metropolitan, Landmark, Bank Mandiri di Juanda?

Jika begitu, menurut psikolog, sampeyan ibarat orang yang pacarannya masih dalam taraf cetek…Masih menampakkan permukaannya. Belum brani kentut. Belum saling kentut atau apa yang disebut “menginjak tahap bulan madu kentut”. Kata psikolog, pacaran sampeyan belum mendalam.

Mari sekarang kita pahami Jakarta sekentut-kentutnya.

(Dimuat di rubrik ‘Frankly Speaking’ AREA 50, 17 Maret 2009)