Kompas

“Pasemon” Anas-SBY

13,032 Views

tejoTulisPeserta Rakornas Partai Demokrat pekan lalu bertepuk tangan saat ketua umumnya, Anas Urbaningrum, membandingkan dirinya dengan SBY. Tepatnya ketika Anas mengungkapkan bahwa dirinya harus belajar dari SBY dalam menghadapi ujian berupa tuduhan dan fitnah.

Berbagai tudingan yang kini mengarah kepada dirinya, menurut Anas, tak ada apa-apanya jika dibandingkan dengan tuduhan dan fitnah yang dialami SBY.

Sekelebat kata-kata anak Blitar itu pujian terhadap ketua dewan pembinanya yang juga Presiden. Namun, dalam antawacana alias komunikasi Jawa, pujian model begitu bisa pula lama-lama kita renungkan sebagai tamparan. Inilah yang disebut pasemon dalam antawacana.

Selain pujian, yang kemudian saya tangkap dari pasemon Anas ke SBY: apabila engkau mendongkelku, maka aku pun sudah siap mendongkelmu. Ingat, tuduhan dan fitnah kepadamu justru lebih besar.

”Pasemon” Anas

Saya awam politik. Saya hanya orang yang kerap mengandaikan gaya bertutur Anas adalah gaya Salya dan Kresna dalam pewayangan. Salya, Raja Mandaraka, lebih ”lirih-lirih menekan” ke – timbang Kresna, Raja Dwarawati. Keduanya sama-sama santun, bahkan ketika marah. Namun, sama juga dalam kesantunan keduanya sering timbul pasemon.

Di tangan dalang mumpuni seperti almarhum Ki Narto Sabdo, Prabu Salya, sang mertua para raja seperti Baladewa dan Duryudana, lebih kuat daya pasemon- nya daripada Kresna. Anas lebih mendekati gaya Salya dalam pidato tersebut.

Tentu tafsir saya atas pasemon Anas bisa keliru. Apa daya, saya tak punya terjemahan lain atas pasemon itu. Mungkin ini karena terdorong kesan bahwa hubungan Anas Urbaningrum-Susilo Bambang Yudhoyono tegang.

Bacalah pertandanya sehabis SBY memukul gong pembukaan rakornas. Anas bersalaman dengan SBY seraya agak kaku menyorongkan pipi kanannya ke SBY. Wajah SBY tak bergerak selama beberapa jurus sebelum akhirnya ia tersentak mencium pipi Anas.

”Pasemon” SBY

Sebelum ritus pukul gong, pidato SBY menekankan pentingnya para kader tahu diri. Yang merasa kotor silakan mengembalikan kartu anggota sehingga partai tak perlu lebih dahulu memecatnya. Sebenarnya ini juga termasuk gaya bahasa pasemon yang kerap dilansir Salya dan Kresna. Merujuk pada pidato SBY itu, media online termasuk Twitter menilai Anas sudah kebal karena tak merasa tersentil oleh SBY.

Media lupa, atau mungkin tak menganggap penting, bahwa sebelum SBY berpidato dalam pasemon, Anas yang berpidato lebih dahulu telah memagari SBY dengan pasemon yang fondasinya lebih mendasar.

”Pasemon” kami

Dalam berbalas pasemon Anas-SBY, yang belum menguat tampil justru pasemon dari kami, para rakyat. Sudah muncul, misalnya, komentar yang bersetuju dengan penguasa agar mengedepankan asas praduga tak bersalah baik kepada Anas maupun SBY.

Sebenarnya kami ingin mengatakan, secara adil, terapkan pula asas praduga tak bersalah itu kepada mantan Bendahara Umum Partai Demokrat M Nazaruddin. Berprasangka baik pulalah kepada Nazaruddin sehingga nama-nama yang disebut Nazaruddin patut dipertimbangkan dan dilacak.

Mungkin pasemon akan lebih kuat jika yang kami ungkap adalah kebobrokan diri kami sendiri, padahal sebenarnya ingin kami kuak kebobrokan penguasa dan partai penguasa.

Kebobrokan kami—termasuk say a —adalah mata duitan. Pemilihan ketua alumni saja pakai duit. Kami pilih yang duit dan fasilitasnya lebih banyak. Apalagi untuk pemilihan ketua partai, bahkan apalagi kalau untuk pemilihan presiden. Kami hanya akan mendatangi acara dan terlibat penuh kalau ada imbalannya. Di negeri ini cuma layatan yang belum pakai door prize.

Mungkin Anas dan SBY buka- bukaan sajalah. Pasemon – nya: jiwa mata duitan kalian, jika kelak itu terbukti, belum ada apa-apanya jika dibandingkan dengan jiwa mata duitan kami, segenap rakyat. Kami hanya belum mendapat kesempatan berkuasa.

SUJIWO TEJO Dalang

Disadur selengkapnya dari KOMPAS, 29 Juli 2011