Pas saya lagi menggebu pengin perubahan besar-besaran di negeri ini, teman ngakak. “Bukannya perubahan itu sudah terjadi di mana-mana tanpa kamu inginkan, tanpa kamu gembar-gemborkan?” ujarnya masih terkekeh-kekeh.
Betul juga ya. Betapa segala memang telah berubah. Dulu namanya socmed alias social media berlangsung di sumur. Di situ para tetangga berkumpul. Mereka ngobrol ngalor-ngidul sambil nyuci piring, baju, popok, atau sekadar menimba air untuk bak mandinya masing-masing.
Kini socmed berwujud dunia maya dengan perangkat laptop, HP dan lain-lain. Kita tak selalu harus beranjak ke sumur bersama untuk anjangsana silaturahmi. Dulu pergi ke jumbleng untuk buang air besar berarti bersiap untuk pencet cuping hidung. Sama saja ketika zaman berubah lagi. Jumbleng jadi kakus, tapi belum ditemukan teknik penggenangan air dengan saluran leher angsa.
Kini, saking enaknya WC, baca buku atau koran cetak sering dilakukan orang sambil nongkrong di atas closet. Saking asyiknya toilet zaman sekarang sampai teman saya yang penyair, Jose Rizal Manua, bikin puisi pendek:
Duduk di atas kloset
Mengkhayal jadi presiden
Plung…!
Pada zaman dahulu, ndak kebayang sempat-sempatnya kita berkhayal di atas jumbleng. Wong kita lebih sibuk mampetin hidung sembari mengatur nafas.
Dapur pun berubah.
Bukan cuma perangkat dan mebel ruang tamu yang dijual di toko-toko perlengkapan rumah. Kitchen set sudah lama menjadi bagian yang dipamerkan di gerai-gerai piranti rumah tangga. Orang-orang yang membuka jasa penataan dapur dari yang kecil-kecilan sampai yang wah juga mulai tumbuh.
Ide lelulur untuk memisahkan dapur berapi dan dapur tak berapi (pantry) makin dipermudah dengan adanya microwave…
Musical Kitchen juga mulai ramai dipoduksi para seniman video dan film. Tema dan bentuknya beragam dari humor sampai romantis. Persamaannya satu: Semua berlatar aktivitas dapur.
Pemusik almarhum Harry Roesli juga pernah membuat pergelaran musik dapur. Cucu sastrawan Marah Roesli ini mengusung panci, wajan, dandang, baskom, piring dan lain-lain sebagai instrumen musik dalam dentang dan denting orkestrasi yang semarak.
Dapur telah menjelma musik. Dapur telah menjadi seni rupa. Dapur, yang dulunya cuma bagian yang disembunyikan dari interior rumah, kini seakan menjadi bagian yang dipersilakan turut mejeng di depan para tamu.
Tapi dapur memang penting dari sononya. Jangan lupa, “kuliner” yang kini berarti makanan siap saji, sebenarnya berasal dari “culinarius” yang berasal kata Latin “culina”. Artinya dapur.
Namun, sebagaimana matahari tetap terbit dari ufuk timur, selalu ada yang tak berubah di tengah seluruh gegap-gempita perubahan. Yaitu, bahwa sebagian cowok, masih seperti lirik dalam lagu lama Bing Slamet:
Pagar kawat pagar berduri/ Cat basah jatuh di kabel
Kalau harus mecari istri/Aku pilih yang pinter nyambel
Para perempuan seakan tak percaya, bahwa di balik berbagai alasan kasus rata-rata 200 ribu perceraian per tahun di Indonesia mungkin juga tersembunyi alasan ini: Laki-laki teramat jarang dimasakkan oleh isteri sendiri.
Ehm..ehm… Dapur terus dibangun dan dipermak. Namun kaum lelaki lebih sering dimasakkan oleh pekerja rumah tangga.