AREA 2011 - 2012

AREA 129 Lain Mobil Lain Belalang …

20,201 Views

TejomusikNamanya sama-sama Baim. Satunya Baim Wong satunya Baim aktor cilik yang sedang naik daun. Dua-duanya sama menjadikan mobilnya sebagai rumah kedua.

Saya pernah masuk ke mobil Baim Wong. Wah lengkap, deh. Ada sajadah, tempat tidur dan lain-lain sampai beberapa rak untuk cemilan. Mobil Baim cilik nyaris begitu pula, walau lebih full mainan.

Intinya, bagi mereka, mobil adalah tempat yang baik untuk melewati menit-menit penantian. Tapi  pekerjaan yang lebih banyak nunggu-nya kan tak cuma syuting? Maka orang-orang dari profesi lain pun tak sedikit yang menjadikan mobilnya sebagai waiting room hidupnya.

Ada juga yang menjadikan mobilnya laksana treadmill. “Saat saya nyetir,” kata teman saya, “saya seperti bisa melarikan diri dari rutinitas pekerjan dan problem rumah tangga.”     Tentu karena perempuan itu hidup di negri yang lengang. Tak terbayang jika Ferrari atau Porsche maupun Lamborghini perempuan itu musti melintas di Jakarta. Tak terbayang jika mobil yang bisa melaju stabil di atas 200 km/jam itu ternyata cuma harus sejajar bajaj dalam kepadatan merayap lalu-lintas Jakarta.

Teman saya di Indonesia ada juga yang kayak gitu. Dia penari dan perempuan. Tapi tidak berkendara di Jakarta. Kalau sedang escaping dari kejenuhan ia kemudikan jeep Cherokee-nya Jakarta-Bandung p.p. Sendirian.

Lain lagi bagi mereka yang hidup di kota-kota besar dunia, yang transportasi umumnya lengkap mencapai berbagai titik tujuan tetapi parkir mobil pribadi mahalnya gila-gilaan. Di sana mobil bukan rumah kedua bukan pula ajang pelarian, tapi malah menjadi beban.

Saya sendiri kurang tahu pasti menjadikan mobil sebagai apa: Rumah kedua, pelarian atau beban?

Mungkin lebih bermacam-macam ketimbang cuma tiga pilihan itu. Sebagaimana kota Solo juga macam-macam nuansanya. Ada yang menyebut kota bengawan lantaran kepopuleran Bengawan Solo-nya almarhum Gesang. Ada pula yang menyebutnya kota teroris terutama akhir-akhir ini.

Tapi tahukah Sampeyan Solo di waktu malam? Antara lain berupa anak-anak muda yang memarkir mobilnya di sepanjang jalan utama Slamet Rijadi.

Rata-rata mereka buka semua pintunya dan mulailah pamer soundsystem. Berbagai jenis musik terdengar dari kabin mobil yang tata suaranya telah dimodifikasi. Waktu saya tanya, ada di antara mereka yang menghabiskan sampai Rp 50 juta untuk modifikasi itu.

Apakah mereka orang gila? Belum tentu. Yang sama bahkan lebih gila banyak. Misalnya ada orang yang radio-cd player mobilnya sedikit ngadat tidak menggantinya atau setidaknya memperbaikinya. Ia malah menjual mobilnya dan total ganti mobil baru. Ini bukan kisah nyata dari teman-temah saya, memang. Ini hanya khayalan saya tapi benar-benar ada  dalam adegan film Hollywood.

Ya, lain lubuk lain ikannya, lain mobil lain belalang...

Bagi legenda F1 asal Brasil, Senna, mobil adalah tempatnya mengadu nyali. Sama halnya bagi pebalap asal Indonesia Emmanuel Adwitya Armandio yang populer dengan Dio. Bahkan tak seperti atlet lain yang nyeberang ke dunia keaktoran, Dio memilih menjadi stuntman karena tantangannya sama besar dengan menyabung nyawa di pacuan mobil.

Sampeyan jenis yang mana?