Putih dan hitam tak cuma berdampingan dalam tuts piano. Stevie Wonder mengalunkan ajaran dalam lagunya Ebony and Ivory, agar kulit putih dan kulit hitam bahu-membahu laksana dalam piano. Justru dari kontras dan perbedaan tersebut munculah harmoni.
Sebetulnya tak cuma menyangkut warna kulit. Siang dan malam juga sama. Bahkan dalam keadaan gelap, muncul berbagai keindahan.
Tak dapat kita bayangkan muncul berbagai ragam gaun tanpa kehadiran malam, lampu-lampu kota menyala bagai ratna mutu manikam tampak dari udara tanpa kehadiran malam. Saat itulah hidup para penyanyi, pemain gitar, piano dan sebagainya. Kadang gelap-terang muncul serentak. Pesta adalah salah satu contoh. Pertunjukan wayang kulit untuk pesta-pesta panen, pernikahan, bersih desa, selalu dilengkapi tumbuhnya permainan berbagai judi di seputarnya, penjualan minuman keras, sampai tak jarang adalah prostitusi.
Bahkan hari-hari keagamaan yang suci selalu diwarnai oleh gegap gempita penyaluran sisi-sisi lain dalam kehidupan manusia. Mal-mal dihias pada Hari Natal. Nafsu main-main dan belanja dilampiaskan di dalamnya.
Pada saat Lebaran hampir dipastikan muncul petasan. Orang-orang biasanya mulai berani melanggar aturan lalu-lintas. Mereka berwisata dalam mobil-mobil bak terbuka yang mestinya hanya boleh buat mengangkut barang.
Keadaannya hampir sama dengan orang-orang Betawi kalau mengunjungi pesta nikah handai taulannya. Mereka berdesakan di mobil bak terbuka. Polisi tampak sungkan menilang. Seakan dispensasi mesti diberlakukan pada saat-saat tertentu seperti pesta.
Mengapa ada dan selalu ada pesta di setiap tempat dan kaum? Mungkin agar roda perekonomian berputar. Ambil contoh pertunjukan wayang kulit saja. Setiap kali pementasan semalam suntuk ini berlangsung, minimal muncul penjual-penjual makanan kaki-lima. Penjual obat. Penjual batik. Penjual boneka-boneka wayang. Wah, masih banyak lagi yang lain, belum termasuk nafkah yang diterima oleh dalang dan rombongan pengrawit.
Tak usahlah kita bermimpi agar salah satu tempat di negeri ini diliput besar-besaran oleh dunia pas peringatan malam tahun baru seperti Edinburgh, Sydney, Toronto, Tokyo, Mokswa, London, Berlin, Rio de Janeiro, Paris dan New York. O ya, satu lagi, Melbourne.
Cukuplah kalau kita pikirkan bentuk pesta lain lagi, yang tidak cuma ngasih makan tukang penjual terompet. Siapa tahu info ini inspiratif. Orang-orang Ekuador membuat patung tokoh-tokoh politik yang tak mereka sukai sepanjang tahun. Mereka membuatnya dari jerami, koran bekas. Artinya jerami dan koran nganggur dimanfaatkan. Di dalamnya dikasih kembang api. Pas malam tahun baru mereka bakar.
Mudah-mudahan di malam tahun baru nanti, kita tidak cuma berpikir tentang bagaimana kita berkumpul sebagaimana orang-orang Hongkong di Causeway Bay dan Tsim Sha Tsui, orang-orang India di Mumbai, dan orang-orang Skotlandia berkumpul menunggu meriam ditembakkan di istana Edinburgh sembari sebagian menyanyikan Auld Lang Syne karya penyair besar mereka, Robert Burns.
Tapi bagaimana kita berpikir agar terjadi perputaran duit yang lebih luas buat berbagai kalangan. Kalau tak bisa ngasih kerjaan buat banyak orang, setidaknya ngasih sinyal betapa Ebony and Ivory, atau bisa juga tawa dan tangis, itu satu kesatuan. Ekuador menarik. Cowok-cowoknya pakai baju perempuan. Mereka menangis-nangis, justru agar penonton tertawa