AREA 2009 - 2010

AREA 77 Se-(miliaran)-pasang Mata Bola

4,233 Views

TejomusikBu Guru waktu saya SMP dulu membedakan tanding dan lomba. Pertandingan tuh kalau pesertanya “berhadapan”. Lihat saja,  tidak ada pertandingan menanyi atau memasak. Yang lumrah ya lomba menyanyi, bowling, memasak, menulis, baca puisi dan sejenisnya.

Apa sepakbola menarik karena olahraga ini sifatnya pertandingan, para pesertanya berhadapan, bukan seperti lomba-lomba dalam cabang atletik?

Nggak juga. Tenis, yang meja maupun yang lapangan, juga dipertandingkan. Bola voli pun kayak gitu. Dan sebagainya. Tapi umatnya kok tidak seluas dan sebesar massa sepakbola?     Lagi pula, tidak seluruh perlombaan, yaitu kompetisi yang dihakimi juri, pasti kalah menarik dibanding pertandingan, alias kompetisi yang dihakimi wasit. Lomba nyanyi ala American Idol maupun AFI juga dibanjiri banyak pendukung.

Mungkinkah karena dalam sepakbola judi bisa sangat marak? Ingat kan ketika Andreas Escobar, ditembak mati konon oleh mafia yang kalah judi lantaran pemain belakang Kolombia itu melakukan gol bunuh diri pada Piala Dunia 1994?

Ah, enggak juga. Pasar taruhan tak cuma merebak di balik pertandingan sepakbola maupun pertandingan yang lain-lain. Perlombaan juga mampu menggairahkan judi. Lomba-lomba tarik suara, apalagi yang pemenangnya ditentukan  oleh SMS masyarakat, juga mampu menjadi ajang judi.

Ketika judi resmi kita tutup secara munafik, pasar taruhan gelap muncul di mana-mana. Siapa pemenang Pemilukada juga bisa jadi kancah judi kok.

Apalagi ketika pasaran kerja makin melorot. Banyak orang bengong. Seorang teman, sambil melamun, tiba-tiba mengajak temannya meludah barengan. Ia lantas bertaruh, siapa yang ludahnya paling cepat dihinggapi lalat, dia yang menang.

Intinya, apapun dapat diperjudikan. Tak cuma sepak bola. Bisa jadi nanti orang-orang memperjudikan apakah Ahmad Dani-Maia serta Anang-KD kembali rujuk…

Saya kadang mikir, mungkinkah massa sepakbola jadi kayak gini karena pada dasarnya manusia senang pada ketidakpastian? Beda dibanding bulu tangkis dalam Piala Thomas kemarin misalnya, dalam sepakbola termasuk di Afrika Selatan kali ini, tanpa perpanjangan dan adu penalti, skor bisa 0-0.

Dalam tenis maupun bulu tangkis, se-Steffi Graf atau se-Rudi Hartono atau siapa pun pemainnya pasti bola maupun shuttlecock itu akan jatuh tak sampai hitungan puluhan menit. Dalam sepakbola, skor bisa tetap nol-nol dalam dua kali 45 menit. Ini yang bikin deg-degan…Dan bukankah ini menarik?

Kalaupun nol itu akan pecah juga, kita tetap tidak tahu akan jadi berapa hasil akhir angka. Pada bulu tangkis, ketika angka tertentu tercapai, misalnya 15, pertandingan selesai.

Ya, berdebar-debar menunggu ketidakpastian. Bisa jadi lho, itu penyebab banyak fans Inggris siap tidak makan sepekan demi tim nasional mereka, Tiga Singa, atau fans Italia yang siap kehilangan pekerjaan demi tim nasional mereka, Azzuri.

Ah, tapi semua itu kan cuma pikiran-pikiran iseng saya. Kenapa sepakbola digandrungi demikian banyak orang, sebaiknya kita juga tanya ke Yuli Sumpil, Aremania, yang nekad datang dan hidup di Jakarta hanya bermodal jualan kaus fans demi tim yang didukungnya.

Kita bisa tanya juga ke Ayu Betik yang sampai menamai anaknya Jayalah Persibku.

Kalau sempet ke Korea sih kita bisa sekalian tanya, kenapa mereka sampai rela kehilangan pacar dan isteri demi tim nasional yang mereka dukung?