AREA 2007 - 2008

Di Timur Ada Taman

10,828 Views

Pas pusing nggak tahu mau ngapain, tapi juga nggak pengin pergi jauh-jauh, biasanya dari rumah di wilayah barat Jakarta saya ke kawasan Jakarta Timur. Tepatnya Taman Mini Indonesia Indah. Itu akhir pekan.

Kita bisa ke kereta gantung. Itu kalau lagi pusing, nggak tahu mau kemana harus bawa keponakan-keponakan yang masih kecil-kecil. Abis itu ngajak mereka nonton film tiga dimensi di Teater Imax Keong Mas.

Tak kalah menarik Tugu Api Pancasila, bagian depan Taman Mini. Lihat orang senam. Sambil menikmati pemandangan senam kita bisa nongkrong sarapan di kaki-kaki lima kaget seputar Tugu Api…dari pecel, kupat tahu, soto, rawon, nasi tumpang…dan lain-lain.

Kalau untuk makanan, sebenarnya tak harus akhir pekan. Di Taman Mini ada warung pecel yang buka saban hari dan menurut saya top. Ini bukan kaki lima. Letaknya di antara danau dan Teater Tanah Air. Buka mulai pukul 10 pagi. Lamtoro dan rempeyeknya terasa pas.

Desa Wisata yang kini sudah direnovasi bisa pula dijadikan pilihan. Ketika kita pusing di wilayah lain Jakarta, pengin nginap, tapi nggak pengin jauh-jauh sampai ke Puncak, lokasi penginapan di sekitar Istana Anak-anak Taman Mini itu bisa kita pilih.

Suasananya seperti pedesaan. Ada kolam buat mancing. Ada panggung Ramayana seukuran lapangan voli yang bisa dipakai anak-anak buat menari, badminton-badmintonan, maupun sekadar lari-lari. Penginapannya mirip sekumpulan bungalow-bungalow. Masing-masing ditandai dengan nama-nama yang diambil dari dunia pewayangan.

Enaknya tinggal di Desa Wisata, tak jauh lagi dari situ, masih di lingkungan Taman Mini, kita bisa mengajak anak-anak mengunjungi Taman Anggrek, Taman Melati, Taman Burung, Kolam Akuarium Air Tawar. Kita pun bisa mengajak anak-anak mengunjungi Museum Pusaka, Museum Listrik, Museum Transportasi, dan Pusat Peragaan IPTEK.

Sebenarnya yang lebih pengin saya ceritakan dari Taman Mini bukan soal itunya, bukan soal seneng-seneng dan makanannya. Tapi soal, katakanlah, darah, keringat dan airmata sampai Taman Mini itu berdiri yang gagasan pendiriannya tercetus di Jalan Cendana 8 Jakarta Pusat pada 13 Maret 1970.

Bukankah kita juga sering ngomong kedahsyatan Borobudur maupun kompleks Senayan tetapi suka lupa berapa orang yang meninggal dalam jerih payah membangun Borobudur? Berapa orang Betawi yang tergusur demi pembangunan kompleks Senayan?

Penolakan terhadap pembangunan Taman Mini di atas lahan 150 hektar juga tak tanggung-tanggung, terutama dari mereka yang akan tergusur. Belum lagi jerih payah orang-orang daerah yang harus mengisi sekitar 26 anjungan provinsi di Taman Mini dan bisa dibilang gratisan. Isinya antara lain adalah rumah adat. Artinya penyediaan rumah adat sampai pengangkutan dan pemasangannya di Taman Mini.

Segera terbayang rantai penekanan: Menteri-gubernur-bupati-camat-lurah. Waktu itu ayah saya camat di Jawa Timur. Saya ingat bagaimana ayah saya menekan lurah-lurah mengumpulkan ratusan merpati untuk anjungan Jawa Timur.

Tapi mungkin memang demikianlah cara sejarah harus berlangsung. Selalu ada korban. Sekarang, tanpa harus melalui survei, mudah dipastikan bahwa semua orang sepakat bahwa Taman Mini punya manfaat yang penting buat kita semua.

(Dimuat di rubrik ‘Frankly Speaking’ AREA 41, tanggal 28 Oktober 2008)