Sindo

Dongeng Cinta Kontemporer II – Metafora Asmara Bisma

11,869 Views

KASMARAN TAK BERTANDA

SindoDalang kondang Sujiwo Tedjo sedang memaparkan riwayat Bisma jatuh cinta dengan Dewi Amba. Pementasan wayang bertajuk Dongeng Cinta Kontemporer II “Kasmaran Tak Bertanda” itu berlangsung di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ), 13 – 14 November Romeo-Juliet adalah kisah cinta sepanjang masa. Dalam pewayangan,kisah cinta Bisma-Amba tidak kalah memesona.Dalang Sujiwo Tedjo menempatkannya dalam situasi kekinian. Siapa yang tidak kenal kisah cinta yang dituturkan sepanjang masa dari nenek kepada cucunya dalam Romeo dan Juliet?

Kisah cinta mengharukan antara Bisma dengan Dewi Amba dibawakan oleh Sujiwo Tedjo dalam pentas wayang multimedia bertajuk Dongeng Cinta Kontemporer II “Kasmaran Tak Bertanda” di Gedung Kesenian Jakarta (GKJ) 13-14 November. Kisah cinta antara dua insan tersebut, diawali dengan kisah kelahiran Bisma. Bisma dilahirkan di hari yang penuh air, ketika hujan melanda Jakarta dan ketika banjir mulai menggenangi setiap pelosok Ibu Kota. Setelah dewasa, dan pada hari yang dingin, Bisma akan dilantik oleh ayahnya menjadi Raja Astina.

Pelantikan Bisma ditandai dan dimeriahkan oleh paduan suara dan iringan piano dari Universitas Parahyangan. Sedang tata panggung menggambarkan hutan di dunia pewayangan di sebuah negara bernama Astinapura yang subur dan penuh dengan kehijauan pepohonan. Menjelang pelantikannya, tiba-tiba datanglah seorang perempuan. Perempuan itu minta pelantikan Bisma dibatalkan.Karena merasa anaknyalah yang berhak atas tahta kerajaan Astinapura.

Ternyata suatu ketika, saat sang ayahanda Bisma, Prabu Santanu sedang berburu di hutan, sang ayahanda bertemu dengan seorang wanita yang kemudian digaulinya. Hingga akhirnya Bisma memiliki adik tiri yang baru diketahuinya menjelang dirinya akan dilantik menjadi Raja Astinapura. Kegalauan sang prabu digambarkan dengan hadirnya layar berwarna merah darah,seiring dengan sumpah kepada bumi dan semesta yang diikrarkan Bisma, demi kebahagiaan ayahandanya. Dalam sumpahnya, Bisma berteriak,“Hei alam raya, ketahuilah, aku Bisma yang berarti menggemparkan, telah meletakkan tahta. Hai perempuan, demi menguji kesetiaanku. Aku tidak akan pernah kawin sepanjang masa.” Dongeng Cinta Kontemporer II “Kasmaran Tak Bertanda” dilanjutkan dengan cerita raja baru telah dilantik menjadi Raja Astina. Namun, sebagai kakak tiri yang baik, Bisma merasa iba kepada adik tirinya, karena sang raja belum mendapatkan pendamping. Berangkatlah Bisma untuk melihat sayembara di negara tetangga yang waktu itu mengadakan sayembara untuk mencari pendamping tiga putri mereka yang cantik jelita. Dalam sayembara tersebut terjadi perang antara banyak orang. Perang itu digambarkan Sujiwo dengan apik dengan memasukkan unsur politis dalam pementasannya.“ Ada banyak orang, ada KPK, Polisi dan Jaksa, semua memperebutkan putri yang tengah mengadakan sayembara”. Dewa Brata atau samaran Bisma akhirnya memenangkan sayembara dan berhak mendapatkan sang putri.

Di tengah jalan, saat pulang, Bisma teringat akan sumpahnya, tidak akan kawin sepanjang usianya. Akhirnya diputuskannya untuk mencarikan jodoh ketiga putri tersebut.Namun,salah satu putri, yaitu Dewi Amba tidak mau meninggalkan Bisma. Walaupun Bisma telah menyerahkan Dewi Amba kembali kepada kekasihnya.“Kamu Dewi Amba, sekarang di tengah jalan, aku ingat bahwa aku telah bersumpah wadak sehingga kamu tidak mungkin aku kawini.

Kawinlah dengan saudaraku bernama Citrawiryo,”kata Bisma membujuk Dewi Amba agar mau menikah dengan adik tirinya. Namun, Dewi Amba menolak tawaran itu dan lebih memilih hidup seorang diri di alam raya.Kesendirian Dewi Amba digambarkan dengan sayatan biola yang melengking sunyi. Digambarkan pula Dewi Amba menganyam bunga padma yang tidak pernah layu sepanjang sejarah manusia. Dia menganyam dan bersumpah untuk menganyam padma sepanjang hidupnya.

Di tengah pementasan, dalang yang juga penulis itu bercanda dengan penonton dan sedikit mengubah jalan cerita wayang yang dimainkannya. “Masa negara saja yang bisa berubah-ubah, pentas juga bisa ‘rek’,” kata Sujiwo Tejo menyindir kekisruhan yang terjadi akhirakhir ini, yang  disambut heboh tawa penonton. Kesendirian Dewi Amba,akhirnya terlihat oleh Bisma yang tengah bertapa di ketinggian.Dari tempatnya bertapa itu Bisma melihat seorang perempuan tengah merangkai padma, sambil menembangkan lagu Jawa yang sudah sangat tua. “Apakah dia merangkai bunga karena dendam kepada Bisma, atau dia cinta pada Bisma.

Betapa banyaknya profesor di dunia,tidak ada seorang pun yang bisa mendefinisikan tentang hati perempuan,” kata Bisma yang mulai merasakan bahwa dirinya jatuh cinta pada Amba. Dalam pertapaannya, Bisma selalu mereka-reka,siapakah yang kelak memakai kalung padma yang dirangkai Amba, sedang Perang Bharatayuda telah berjalan sembilan hari. Saat Bisma diangkat menjadi Senopati, pasukan Pandawa nyaris kocar-kacir ketakutan. Kresna penasihat Pandawa melihat negaranya akan hancur, lalu menitikkan air mata. Lagu sedih melantun dengan apik dari deretan penonton yang bercerita tentang peperangan. Sementara di layar tertulis, menangislah di laut, laut keringat kami.Berpesiarlah di laut, laut keringat kami. Bergerak, bergerak tetap bergerak.Berat kita pikul ringan kita jinjing. Sambil menampilkan foto anak-anak dan masyarakat kecil yang tengah berjuang hidup. Gambar perselingkuhan anggota

dewan, orang-orang diangkut Satpol PP, demo di DPR, kehancuran usai bencana,demo di manamana, Bibit dan Chandra,Anggodo dan foto para koruptor, menjadi gambaran yang menggambarkan kekacauan Astina saat itu. “Tidak ada yang tahu apa yang terjadi saat Perang Baratayuda.

Tidak ada yang tahu kalau Bisma tersenyum dalam kekalahannya ketika panah dari Srikandi dilepaskan,” kata Sujiwo Tejo di akhir pementasannya. Gugurnya Bisma diiringi dengan lagu Gugur Bunga dan di atas panggung digambarkan dua sosok tokoh wayang, Bisma dan Amba diangkat ke surga sambil bergandengan tangan dan sesekali berpelukan.

(bernadette lilia nova)

Dikutip Sepenuhnya dari Harian Seputar Indonesia:

http://www.seputar-indonesia.com/edisicetak/content/view/284160/44/