Wayang Durangpo Tahun I (2009 - 2010)

Episode 21 Lakone, Payudara Dewi Wilutomo

8,030 Views

Episode021PETRUK mengudara. Bukan jadi Gatutkaca, lho. Juga bukan lagi miloti kapal terbang. De’e duduk-duduk nduk daratan tapi siaran radio. Operator-e Bagong. Acaran-e ”Gado-gado”. Program tengah malam itu pancen bener-bener campur aduk. Plek mbarek judul-e. Tergantung Sampeyan arep njaluk opo…

Pesen lagu-lagu, monggo. Minta resep makanan hayo…dari panganan manusia, cucak rowo sampai asu, silakan. Semua diladeni Mas Penyiar sambil cengengas-cengenges. Ada yang mintanya via SMS atau langsung telepon. Ada yang pakai telepati. Segelintir pendengar malah pesan via merpati pos.

Cuma satu dua request yang ditampik. Tepatnya ditunda. Contohnya pada yang pesen azan. ”Sabar, Rek, kok ce’ kesusune Sampeyan itu, ini belum Subuh, sik jam siji,” kata Petruk masih cengengesan. Desah tawanya terdengar di Gresik, Lamongan, Tuban, bahkan sampai ke Suriname.

Ada yang minta lagu Didi Kempot. Wuah Bagong sigap mencari CD Stasiun Balapan di rak dekat dapur. Baru menginjak reffrain, ada yang minta lagu Indonesia Raya. Bagong hepi. Ketemu kaset karya W.R. Supratman itu di meja dekat toilet.

Nduk tengah-tengah syair… bangunlah jiwanya…bangunlah badannya …untuk Indoneeeee…tiba-tiba Gareng sebagai petugas penerima telepon kasih kode. Eh, ada yang minta info penting. Orang ini, kata Gareng, minta daftar sopo wae perempuan yang membunuh bayinya di Surabaya dini hari itu.

Petruk katon dari balik kaca ruang siaran yang kedap suara mulutnya mangap-mangap persis ikan mujair. Kayaknya dia omong ini, ”Hoi, ndak bisa dipotong, ini lagu kebangsaan. Bukan lagu Ungu, bukan lagu BCL.” Setelah agak lama, selesailah Indonesia Raya, tapi peminta daftar algojo bayi itu keburu mangkel. Dia, orang Brunei, sudah berubah permintaan via merpati pos yang ujug-ujug wis menclok di mikrofon Petruk, menembus gedung, menembus ruang kedap suara.

Pesan tertulis yang tercantol di kaki kiri merpati bunyinya: Dini hari yang ngeres ini, ketika udara berlendir, dingin tak terkira, tolong diceritakan soal payudara Dewi Wilutomo….

Nah, nah, nah…Selesai Petruk membacakan pesanan itu di udara, langsung telepon di meja Gareng mak klakep ndak krang-kring krang-kring lagi. Tak seorang pun minta ganti menu acara yang lain-lain. Mereka seakan menunggu. Akan kayak apa ya payudara Dewi Wilutomo.

Padahal, sebelumnya, siaran berjalan terputus-putus. Petruk membawakan permintaan pendengar, dihentikan oleh pendengar lain yang minta alternatif. Lagu yang dipesan khusus oleh seseorang untuk menghibur segenap anggota Pansus Century, dihentikan oleh penelepon dari Sumedang.

Eleuh-eleuh eta kumaha’, ari anggota Pansus Century mah sudah banyak hiburannya atuh. Sekarang malah makin banyak anggota DPR itu yang ”masuk angin” saking seringnya dapat ”hiburan”…Mending lagu eta’ mah dikirimkeun wae kepada Hendri Mulyadi…sebagai penghormatan. Bayangkeun…orang tadinya dateng cuma mau jadi penonton PSSI lawan Oman, tapi PSSI tidak menang-menang, akhirnya masuk lapangan…ngebelain bangsa dan nagara…Hidup Hendri Mulyadi. Hidup Hendri Mulyadi…Mari kita dukung dia sebagai pemimpin PSSI!!!”

Ada lagi siaran yang terputus. Misalnya seorang di Sulawesi yang transmigrasi ke situ tahun 70-an dari Jawa, minta disiarkan kegiatan Presiden SBY di Puri Cikeas. Baru Petruk setengah jalan membawakan kegiatan presiden dengan cara merangkai kata-katanya dalam tembang jula-juli, ada pendengar protes, ”Ganti ramalan nomer kode togel yang keluar minggu depan saja, Mas Petruk,” kata seorang dari Riau. Akhirnya Petruk banting stir menyebut angka-angka.

Tak demikian ketika masuk pesan via merpati pos tentang dada Dewi Wilutomo. Telepon-telepon permintaan alternatif segera hening.

Eh, ada ding, satu penelepon dari Jakarta. Tapi inti pesannya justru nggak sabar menunggu kabar tentang sangu-ne Dewi Wilutomo. ”Cepetan dong, Bang Petruk, ude kagak tahan nih gue…”

***

Petruk berlama-lama tak kunjung bercerita tentang Dewi Wilutomo. Sebenarnya karena dia tidak terlalu tahu cerita tentang wayang itu. Ketika Ruhut, seorang office boy masuk ngeterno kopi, Petruk tanya, ”Ssstt…kamu mau gantikan aku siaran? Kamu ngerti lakoke Dewi Wilutomo?”

Bah, Dewi Wilutomo itu kan cerita wayang, Bah? Masa’ kau sesama wayang tak tahu itu…?” kata Ruhut. Kebetulan kontrakan office boy dekat kantor Partai Demokrat itu tidak terlalu jauh dari Stasiun Radio. Ruhut lari ke rumahnya. Datang-datang sudah bawa istrinya, bule asal Washington yang wajahnya mirip Hillary Clinton.

Dengan dipandu bule Amerika mirip Hillary via bahasa isyarat, agar tak masuk mikrofon, mulailah Petruk mendongeng.

Oooo…

”Ada seorang tokoh bernama Resi Baratwaja. Dia pengin anaknya, Bambang Kombayana, cepat menikah. Ada bapak bertanya pada anaknya, buat apa berlapar-lapar tidak menikah. Ada anak berkata pada bapaknya, buat apa cepat-cepat menikah. Bambang Kombayana dengan sombong bilang, saya hanya akan menikah dengan …dengan…dengan…”

Perempuan bule menunjuk-nunjuk dirinya. Petruk mencoba menafsirkannya dari balik kaca siaran. ”Bambang Kombayana hanya akan menikah dengan Hillary Clinton…”

Tangan perempuan bule itu memberi kode bahwa bukan itu maksudnya. Petruk meralat, ”Bambang Kombayana hanya akan menikah dengan perempuan yang mirip dengan Hillary Clinton…”

Sekali lagi tangan perempuan bule istri Ruhut itu memberi kode ”bukan”. Petruk meralat lagi, ”Bambang Kombayana hanya akan menikah dengan perempuan dari Amerika…”

Perempuan bule itu mengacungkan jempol.

Masih dengan panduan bahasa isyarat dari balik kaca perempuan bule, Petruk melanjutkan cerita tentang Bambang Kumbayana. Kata Petruk, ”Sang ayah, Resi Baratwaja, akhirnya marah-marah seperti George Bush pada Saddam Hussein. Akhirnya Bambang Kombayana diusir oleh ayahnya…Nah, di tepi pantai mau menyeberang ke pulau Jawa, Bambang Kombayana yang tak bisa berenang itu putus asa. Ia berujar, barang siapa bisa menyeberangkannya, kalau laki akan diakuinya saudara, kalau perempuan akan dinikahinya…

Mak jlek tiba-tiba muncul seekor kuda terbang. Kuda akhirnya menyeberangkan Bambang Kombayana ke pulau Jawa. Sehabis menyeberangkan, kuda yang ternyata betina itu tak pergi-pergi dari Kombayana. ”Katanya siapa pun yang sanggup menyeberangkan, sekali lagi, siapa pun, kalau perempuan akan Sampeyan nikahi,” kata kuda itu kepada Bambang Kombayana yang kelak bernama Resi Dorna.

***

Karena cerita Petruk, di samping terbata-bata menafsirkan bahasa isyarat bule istri Ruhut, juga ndak to the point ke payudara Dewi Wilutomo…mulai banyak krang-kring telepon komplain. Ada yang minta stop lakon soal payudara itu, ganti saja dengan pembacaan weton Wapres Boediono dan Mbak Menkeu Sri Mulyani. Tapi pendengar yang lain-lain protes. Mereka tetap saja sabar menunggu sampai cerita Petruk menginjak soal payudara.

”Ganti saja soal membanjirnya produk-produk dari China yang bikin Indonesia kalang kabut,” kata seorang penelepon.

”Hush, bu yao shuo hua !!!” begitu kata penelepon dari Beijing. Maksudnya, jangan ganggu alias don’t disturb.

”Sudah, tukar saja dongeng soal payudara itu dengan cerita soal Burj Khalifa. Menara hampir setinggi satu kilometer di Dubai itu berapa kalinya Tugu Pahlawan nduk Surabaya?”

”Aaaah, Arraja’ adamul iz’aj!!!” kata seorang TKI yang tinggal di Jeddah. Dia sudah nggak tahan pengin dengar lakon tentang payudara Dewi Wilutomo. Cerita Petruk akhirnya memang tak membahas sama sekali payudara tersebut. Istri Ruhut yang bule itu dengan bahasa isyaratnya malah membelokkan lakon menjadi payudara aktris dunia dari Amerika, Dolly Parton dan Pamela Anderson.

Tapi masyarakat sudah telanjur tak ingin mendengar tentang apa pun, termasuk persidangan Antasari dengan saksi Susno Duaji. Masyarakat lebih ingin mendengar kabar tentang payudara Dewi Wilutomo.

(Ini cerita pakemnya: setelah kawin dengan Dorna, kuda terbang itu berubah menjadi Dewi Wilutomo. Mereka punya anak, Aswatama. Kelak, ketika mau membunuh turunan Pandawa, Aswatama membangun gorong-gorong yang langsung menuju ruang tidur Parikesit, cucu Pandawa. Dalam membangun gorong-gorong, Aswatama diikuti oleh sang Dewi dari belakang. Aswatama tak boleh menengok ke belakang. Aswatama dibantu oleh cahaya yang berasal dari payudara Dewi Wilutomo).

*) Sujiwo Tejo tinggal di www.sujiwotejo.com

Disadur Sepenuhnya dari Jawa Pos, Kolom Mingguan, Wayang Durangpo