AREA 2009 - 2010

Men Sana In Corpore Sano

3,848 Views

Kesehatan seperti kangen. Terlalu dekat dan rutin barengan orang yang kita cintai, rindu tak kita rasakan. Pas jauhan aja kerinduan baru terasa tandas sampai ke tulang. Begitu juga kesehatan.

Tatkala kita bugar, tak kita rasakan bahwa bahkan bicara dan mengangkat ballpoint pun perlu tenaga. Ketika kesehatan lenyap, wah baru terasa bahwa untuk kedua pekerjaan yang ringan seperti itu diperlukan energi. Susah payah ternyata bahkan sekadar mengangkat gelas minum.

Tapi obrolan ini tak akan menarik buat remaja. Topik kesehatan ini rata-rata cuma minat kaum dewasa. Bukankah kita dah tahu sama tahu, reuni pertama SMU biasanya tentang si anu kuliah di mana, reuni kedua tentang si anu sudah kawin apa belum, dan seterusnya reuni selanjutnya tentang kabar kesehatan kawan lama?

Tentang pantangan-pantangan makanan. Tentang siapa yang sudah kena asam urat, kencing manis, vertigo dan lain-lain. Kalau soal stroke biasanya bareng dengan reuni pas topiknya apakah si anu sudah nyunatin atau mantu.

O ya, mumpung inget…Suatu hari dalam perjalanan Semarang ke Jakarta saya melihat teman panik. Gara-garanya tak kuat mencet tombol off handphone-nya ketika awak kabin pesawat meminta handphone dinon-aktifkan menjelang take off. Dia malah pakai dua jempolnya, masih juga tak kuat. Ternyata penyakitnya, entah apa, waktu itu tiba-tiba sedang kambuh.

Gila. Betapa berharganya kesehatan. Untuk neken tombol off HP aja, ternyata, sesungguhnya, diperlukan energi. Diperlukan kesehatan.

Ada memang sih, nggak sehat tapi tetap bisa bekerja. Bukan saja kerja mencet HP, bahkan melahirkan karya-karya besar seperti fisikawan abad ini, Stephen Hawking.

Teman saya mengingatkan, men sana in corpore sano, dalam tubuh yang sehat terdapat jiwa yang kuat, sebenarnya cuma semboyan industri ketika pada suatu zaman di Eropa pabrik-pabrik perlu menjual baju-baju dan peralatan olah raga.

Logikanya gampang. Jika benar dalam tubuh yang sehat pasti terdapat jiwa yang kuat, mengapa banyak banget orang bertubuh sehat tetapi malah ngendon di rumah-rumah sakit jiwa?

Ya, tapi orang yang tubuhnya sakit malah berkarya besar itu kasus khusus lah. Kali ini kita sedang bicara untuk level pada umumnya. Secara umum orang memerlukan kesehatan untuk bisa berkarya.

Cuma saya heran, men sana in corpore sano sekarang udah jarang kita dengar, tapi kok masyarakat tampaknya masih mau dipermainkan oleh industri alat-alat olahraga termasuk bajunya.

Saya sih seneng-seneng aja jika masyarakat sadar. Mereka merasa tidak dipermainkan. Mereka justru mau menolong banyak orang karena dengan membeli alat-alat olah raga berikut pakaiannya, mereka sebagai konsumen secara tidak langsung bisa ngasih makan pada buruh-buruh pabrik alat olahraga dan pakaian.

Karena, ternyata, olahraga paling menyehatkan adalah jalan kaki. Penari senior Sardono W. Kusumo ketika saya tanya kok tetap bugar, jawabnya ya itu tadi…jalan kaki.

Dr. Nozomi Okamoto dari Nara-Medical University School of Medicine, Kashihara Jepang, bilang jalan kaki 20 menit sebanyak dua kali dalam sepekan sudah efektif untuk membuat tubuh sehat.

Dalam pikiran saya, berarti, kalau kita gak selalu nyuruh pembantu rumah tangga, kita jalan ambil piring sendiri, jalan ke meja makan, jalan lagi ke tempat cuci piring, dan lain-lain…itu sudah sehat.

(Dimuat di rubrik ‘Frankly Speaking’ AREA 57, 01 Juli 2009)