Wayang Twit

Wayang Twit: #lautantangis

6,452 Views

STcartoon1Setiap transaksi di parlemen, di kepolisian, kehakiman, kejaksaan, istana, dll.. logam-logam pada uang kertas menyusun diri dan menyatu. Hingga akhirnya Gada Wesi Abang utuh kembali dan dijadikan alat saling memukul antara Suku Bangsa Wresni dan Suku Yada. Musnahlah pada akhirnya seluruh warga Dwarawati, kerajaan yang dipimpin Kresna,, diawali Lautan Tangis, jutaan yang sekarat menjelang ajal..

Lautan Tangis aku ambil dari salah satu judul laguku, kalau mau, simak saja di www.sujiwotejo.com>tejotube>videoclip>lautantangis …

Lakonnya.. Lautan Tangis… dan aku awali wayang twit ini dengan menyebut Asma Tuhan, apapun, bagaimanapun dan siapapun kalian menyebut asmaNya..

Karena bagi publik wayang twit, bagi dalangnya juga, hal yang jauh lebih penting dari nama Tuhan adalah Tuhan itu sendiri,,, adalah rasa dan penghayatan bahwa kita bertuhan sehingga berguna buat sesama…

“Surem-surem Dwiwangkoro kingkin lir manguswo kang layon” (dwiwangkara~matahari… surya pucat pasi seakan mengendus duka di bumi Lautan Tangis..)

Itulah Lautan Tangis seusai Perang Baratayudha, perang antar saudara Kurawa Pandawa.. ternyata setelah tak ada perang,, tak ada tantangan,, mandek…

Kerajaan Hastina yang kini dikembalikan pada pemenang perang, Pandawa, tahtanya diberikan kepada Parikesit, cucu Arjuna. Keadaan paska perang, situasi tanpa gairah, membuat Pandawa dan penasihatnya Kresna pamit ke Parikesit, bocah yang dirajakan. Yaa, Parikesit, anak Abimanyu, cucu Arjuna,, dipamiti kakek-neneknya ketika masih setingkat usia playgroup.

Sebelum pamit, Kresna memberikan wejangan kepada Parikesit agar hati-hati menghadapi demo setahun Pak Beye 20 Oktober.. panjang lebar nasihatnya..

“Nah….nah..naah.. baru saja Kresna dan Pandawa pamit ke bocah Raja Parikesit, di Pendapa Hastina ada tamu ndesit, orang dusun.” Orang udik itu mengaku bernama Wantrika, dari Gunung Rewantaka. Ia akan melamarkan putrinya, Endang Puspawati, untuk menjadi menantu Kresna. Yang dikehendaki Endang Puspawati untuk menjadi suaminya adalah Raden Setyaka, anak Kresna.. “Haah?? Bermenantu Orang Udik??” Kresna kaget.

Sambil tersinggung, Kresna bilang ke Wantrika, “Tunggu di alon-alon Hastina, nanti aku akan menemuimu SENDIRIAN…”

Bima tanggap. Ksatria Pandawa yang tak pernah basa-basi dan tak bias Krama Inggil ini bilang ke Kresna, “ Kamu hati-hati…”

“Hmm.. Kresna, Jancuk, jujur aja, aku melihat Wantrika ini jauh lebih punya wibawa dibanding kamu…” kata Bima”

“Heh kamu, Kresna, yang dulu dikenal bijaksana, kenapa jadi begini?! Kamu tadi sombong dan angkuh di depan orang udik! Kamu Njaaancuki tenan, mentang-mentang dibutuhkan oleh orang yang sedang melamarkan putrinya, kamuh angkuuuh, Cuuuk…!” tutur Bima.

“Padahal baru saja kamu kasih nasihat Prabu Parikesit, bahwa angkuh adalah cikal bakal keruntuhan…” lanjut Bima.

“Waah.. iya yah, Bima. Aku salah yah, Bima? Yuk kita temui orang itu..” kata Kresna.

Bima: “Jangan ajak-ajak! Kamu tadi bilang mau ketemu SENDIRIAN..”

”Waaah, salah lagi aku, yah?”, gerutu Kresna sambil tersipu di depan forum. Lantas temui Wantrika di alon-alon.

Di alon-alon Hastinapura, Kresna dengan sedikit congak mengajukan pertanyaan. Kalau Wantrika bias menjawab, Kresna baru sudi berbesanan.,

Kresna: “Apakah Tuhan itu?”

Wantrika: “Sebelum menjawab, izinkan hamba ingatkan, tadi Paduka berjanji mau ketemu sendirian..”

Kresna: “Lho, Muaatamu itu!! Aku ini sudah sendirian!”

Wantrika: “Tidak. Paduka masih ditemani pusaka andalan, Senjata Cakra..”

Kresna tersipu-sipu dan merah padam: “O iya iya..” Kresna mencabut Cakra dari dalam kalbu dan sanubarinya.

Kresna: “Cakra Sudarsana sudah aku cabut dari sukmaku, aku sudah sendirian, sekarang mulailah menjawab pertanyaanku, Wantrika.”

Wantrika: “ Maaf, hamba masih belum bisa menjawab, karena Paduka masih belum sendirian.”

Kresna: “Lho?”

Wantrika: “Paduka masih ditemani oleh sandangan. Di dalam sandang, ada keringat dan pekerjaan orang banyak. Mereka semua jadi saksi.”

Kresna: “Waduh,waduh Juaaaancuk…!” (api jancuknya cuma dalam hati). Kresna mencopoti pakaiannya satu per satu. Semar lewat, melihat Kresna nyaris telanjang, dia terkekeh-kekeh.. “Ruaaasakno kapokmu kapan, Cuuuk…”

“Sekarang aku sudah sendirian, heh orang Gunung Rewantaka, jawablah pertanyaanku, apakah Tuhan itu?” tanya Kresna.

“Paduka masih belum sendirian.” jawab Wantrika.

“Lho?? Cakra sudah tidak ada,, aku sudah telanjang bulat! So?” kata Kresna.

“Paduka masih berpikir dan bercakap-cakap seperti orang lain berpikir dan bercakap-cakap. Tidak orisinal. Bahasa itu milik bersama.” jawab Wantrika.

“Sepanjang Paduka masih berbicara dengan bahasa orang-orang lain, sebenarnya Paduka tidak sendirian menemui saya. Makanya, lain kali jangan pake kalimat mau ketemu SENDIRIAN..” lanjut Wantrika.

“Wah ya repot kalo gitu, selama bicara dengan orang, pasti pakai bahasa orang-orang lain, kecuali bicara ke diri sendiri dan Tuhan..” tambah Kresna.

Selanjutnya Kresna pakai busana, pakai Senjata Cakra dan berbicara seperti masyarakat berbicara. Semar terpingkal-pingkal…

Wantrika: “Baiklah, inilah jawaban hamba.. Tuhan adalah Ketidaktahuan kita. Tuhan sejati adalah semesta ketidaktahuan kita..”

“Berarti makin berilmu seseorang, makin peneliti seseorang, makin banyak yang dia tahu, makin kecil Tuhan mereka?” tanya Kresna.

Wantrika: “Mungkin itu benar untuk ilmuan palsu, sarjana palsu, peneliti palsu yang kini makin tersebar di muka bumi.”

Kresna: “ ???”

Wantrika: “Ilmuan sejati, setiap dapat satu jawaban, punya dua pertanyaan baru. Dapat jawaban dua, muncul pertanyaan, dst….”

“Dengan kata lain, bagi ilmuan sejati, semakin banyak yang ia ketahui, semakin berlipat ganda ketidaktahuannya..” tambah Wantrika.

Ponokawan Petruk melintas dan tertawa terpingkal-pingkal melihat Kresna jadi goblok di depan orang udik.

~ ‘’ ~

Lautan Tangis dari sisa-sisa Perang Baratayudha masih terasa di alon-alon Hastinapura. Langit muram. Dingin memagut. Kresna masih diketawain Panakawan.

Kresna: “Baiklah, Wantrika, aku terima kalah.. kini untuk adilnya, aku kasih kesempatan kamu untuk bertanya apa saja..”

Wantrika: “Anak Paduka berapa?”

Kresna: “ Hah? Pertanyaan remeh temeh..hahahaha.. ya lima… lima anakku!!”

Wantrika: “ dari empat istri, anak Paduka enam.” (Kresna mulai tampak tegang) “ Hai Kresna.. Sesungguhnya kamu tidak lupa.. ini yang masyarakat tidak tahu. Ada satu anak lagi dari Dewi Jembawati, putrid Ksatria Kera Kapi Jembawan. Nama anak Paduka itu Gunadewa. Tapi sejak lahir, biarpun Gunadewa tampan, ada cacatnya, yaitu berekor seperti kera.. Paduka malu!! Paduka buang bayi itu di lereng Gunung Rewantaka, tapi garis Tuhan tak bias ditolak. Gunadewa masih hidup sehat wal’afiat. Malah Gunadewa jadi Pandita yang tekun, karena dibesarkan oleh Brahmana kondang Maharsi Sutiksna. ”

“Wahai Sri Kresna, sekarang Resi Gunadewa sudah meninggal, tetapi putra dan cucunya masih hidup di Gunung Rewantaka.” tambah Wantrika.

“Siapakah anak cucu Gunadewa?” tanya Kresna.

Wantrika: “Anaknya ya hamba sendiri, cucunya ya Endang Puspowati..”

Kresna: “Kurang ajar kamu Wantrika, bedesss!! Tidak gampang ngaku-ngaku darah Raja Ndwarawati! Baru aku akui kamu punya darah Kerajaan Dwarawati kalau kuat menadah senjata Cakra!!” Ooo.. Lautan Tangis di alon-alon Hastinapura.

Lautan Tangis aku ambil dari salah satu judul laguku, kalau mau, simak saja di www.sujiwotejo.com>tejotube>videoclip>lautantangis …

Ending lakon wayang tadi berupa hancurnya suatu kaum, suatu bangsa, dalam imajinasiku mirip dengan lagu Lautan Tangis itu.. Niiiteee….

~ ‘’ ~

Inilah lanjutan wayang semalam, ketika Kresna dipecundangi orang udik, Wantrika..

Paska Baratayudha itu, ketika Hastina kembali dikuasai Pandawa dan dirajai oleh bocah Parikesit, Kresna disadarkan akan Gunadewa.

Gunadewa adalah anak Kresna yang dibuang oleh Kresna karena berekor seperti monyet, tapi nyatanya tetap hidup dan menjadi ayah Wantrika.

Kresna: “Bima, kamu yang tak pernah karma inggil, bicara “kasar”, tapi di sandyakalaning Pandawa justru bersinar, tafsirkan kejadian tadi.”

Bima: “Kamu mestinya sudah tahu sendiri.”

Kresna: “ Agar aku tak beda-bedakan anakku yang tampan, Samba dan Gunadewa, kakaknya..”

Bima: “ Itu tafsir yang terlalu dangkal. Mestinya itu perlambang tentang orang yang tak akui kekurangan bangsanya. Sudah itu munafik menutupi kekurangan bangsanya. Kamu cuma akui Samba sebagai anakmu, Gunadewa yang berekor seperti monyet bukan anakmu. Maka bangsamu, Bangsa Yada dan Wresni, punah di belakang hari. Sama saja, kamu cuma akui bangsamu penuh senyum, gotong royong, dll. Kamu tak akui bahwa bangsamu itu juga bangsa yang korup, culas, biadab.. lama-lama bangsamu jadi lupa diri seperti Samba, hingga dikutuk Dewa..

~ “ ~

Commercial breaks: Hayo-hayo DPR belajar etika unggah ungguh ke Yunani.. Yu Prapti.. Yu Paijem.. Nanti kalo mau belajar Socrates ke Gunung Lawu..

DPR belajar etika ke Yunani? Belajar tragedy kali, sesuai pesan Iyek Ahmad Albar: “Kisah Mahabrataaa.. atau Tragedi dari Yunaniii…..”

~ “ ~

Wayang twit kembali menghampirimu untuk ending Lautan Tangis…

“Oooo dro dog dog dog… Dene Utamane Noto Ber Budi Bowo Leksono… Oooo…”

“Dene utamane noto (adapun pemimpin utama itu_ berbudi (suka memberi penghargaan atas kinerja hulu baling dan kawula)…”

“Lire Kang Bowo Leksono (maksudnya Bowo Leksono) anetepi pangandikooo (bowo ucapan leksono tindakan satunya kata dan tindakan)”

Kresna yang penuh tata karma di akhir hayat justru sengsara dan menjadi pander. Beda dengan Bima yang serba blak-blakan tak bias karma inggil. Bima mewejang Kresna, “ dulu kamu mengutamakan anakmu, Samba yang tampan, dan membuang anakmu yang mirip monyet, Gunadewa. Akibatnya, Samba jadi arogan.”

Di negeri itu muncul seorang peramal. Peramal itu bilang bahwa di negeri itu akan terjadi geger sebelum 2014. Masyarakat di alun-alun dan sudut-sudut kumandang pasar percaya pada ramalan Pandita kumuh, kecuali Samba dan komplotannya. Maka Samba berujar,” Panggillah tiga Pandita majenun itu ke sini.” Sambil berganti baju wanita hamil. Perutnya dia ganjal.

Ketiga Pandita kumal itu disuruh menebak apakah jenis kelamin bayi yang dikandung Samba dan kapan lahirnya.

Samba: “ Kalau kalian bias ramalkan terjadi geger sebelum 2014, ayo ramalkan bayiku, laki-laki apa perempuan, dan kapan broll lahir?!?!”

Ternyata Samba benar. Dengan takut-takut kepada putra kesayangan Kresna, ketiga Pandita bilang tidak laki-laki, tidak perempuan. “Hahahaha…”, Samba dan konco-konconya tertawa. Samba ke komplotannya, “ Ssstt!! Wong perut diganjal bantal ditebak kelaminnya..hahahaha…”

“Heh, Pandita, kapan aku melahirkan??!!” Tanya Samba.

Ketiga Pandita saling menengok: “ Hmmm.. besok dini hari.”

Samba dan kawan-kawan: “ Hahahahaha… Jiaaancuk.. Pandito uasuu…!!”

Untuk mempermalukan ketiga Pandita kumuh, Samba, putra Raja Kresna membuka gaun hamilnya. Ternyata Samba hamil beneran!!!

Ternyata ketiga Pandita itu samaran Batara Narada, Kanwa, dan Wiswamitra. Semua hulu baling panik… bumi gonjang ganjing…

Sebelum pergi, ketiga Dewa itu mengutuk, “Karena arogansi kalian, maka dari bayi yang lahir itulah bangsa kalian akan punah jadi Lautan Tangis.”

Besok dini hari… besok dini hari… besok dini hari… menjelang hari terang tanah dan kokok ayam ketiga, Samba melahirkan. Ternyata yang dilahirkan Samba memang bukan laki-laki, bukan perempuan, tetapi gada dari besi, bernama Gada Wesi Abang!!

Agar kutukan tak terjadi, misalnya digunakan untuk saling menghantam, Gada dihancurleburkan oleh hulu balang kerajaan. Tak ingin sia-sia, Gada Wesi Abang dihancurkan menjadi bahan logam uang kertas. Tetapi pada setiap transaksi, loga,-logam tersebut menyatu.

Setiap transaksi di parlemen, di kepolisian, kehakiman, kejaksaan, istana, dll.. logam-logam pada uang kertas menyusun diri dan menyatu. Hingga akhirnya Gada Wesi Abang utuh kembali dan dijadikan alat saling memukul antara Suku Bangsa Wresni dan Suku Yada. Musnahlah pada akhirnya seluruh warga Dwarawati, kerajaan yang dipimpin Kresna,, diawali Lautan Tangis, jutaan yang sekarat menjelang ajal..

END