AREA 2009 - 2010

AREA 63 Pahlawan Semuanya

4,113 Views

TejomusikKalau ada pementasan teater tentang pahlawan, saya pengin bikin adegan guru dan murid taman kanak-kanak. Temanya tentang pahlawan.

Anak taman kanak-kanak bertanya, siapakah pahlawan itu. Guru menjawab, pahlawan adalah nama-nama jalan. Murid balik bertanya, kalau begitu Radio Dalam adalah seorang pahlawan. Maklum salah satu temannya tinggal di Jalan Radio Dalam, Jakarta.

Menyadari anak-anak sekarang lebih pandai dan cerewet dibanding generasinya dahulu, guru itu meralat. Bukan sekadar nama-nama jalan, karena Mangga, Delima, Mawar dan lain-lain jelas bukan pahlawan. Tapi nama-nama orang. Tidak harus keturunan ningrat. Orang biasa seperti Bung Tomo dan Wolter Mongisidi yang kerap disalahkaprahkan jadi Monginsidi juga bisa jadi hero. Jelasnya, pahlawan adalah manusia yang namanya dipakai sebagai nama jalan.     Murid bertanya lagi. Katanya, tantenya yang di Surabaya tinggal di Jalan Chairil Anwar. Jadi menurut murid-murid itu, Chairil Anwar adalah pahlawan. Guru mengiyakan. “Dia pintar main golok dan bambu runcing?” tanya murid-murid.

“O bukan begitu,” jawab sang guru, “Chairil Anwar adalah penyair besar Angkatan 45 yang banyak berjasa bagi dunia kesusastraan di tanah air. Jadi, anak-anak, pahlawan tidak harus orang yang pinter berantem dan bawa bambu runcing…O ya, anak-anak, penyair itu orang yang kerjanya menulis.”

Murid kembali protes. Kata mereka, kenapa kalau tujuh belas Agustusan mereka disuruh pakai baju perang. Kok gak pernah diminta pakai baju penulis.

Mereka juga bertanya, kenapa gerbang-gerbang 17 Agustusan di RT RW isinya  juga gambar-gambar maupun patung-patung orang yang mengangkat senjata dan bambu runcing. Mana patung dan gambar penulis.

Guru mulai keluar keringat. Ia usap peluh di keningnya. Ya, lain kali menurutnya, anak-anak bisa bikin gerbang Agustusan dengan menampilkan adegan orang-orang yang berunding. Ingat, kemerdekaan bukan cuma diraih melalui perang fisik. Orang-orang seperti Hatta dan Ahmad Dahlan adalah contoh pahlawan di bidang diplomasi.

Intinya, lanjut sang guru, orang-orang yang berani dan rela berkorban, itulah yang disebut pahlawan. Ia bisa militer, pengusaha, pejabat, seniman, olahragawan dan lain-lain.

Makanya Ali Sadikin juga bisa disebut pahlawan Jakarta meski ia tidak berperang mempertahankan Batavia dari serbuan Sultan Agung. Bang Ali membangun kebon binatang Ragunan, Taman Impian Jaya Ancol, Taman Ria Monas, Taman Ria Senayan, Kota Satelit Pluit, Proyek Senin, Pelestarian Budaya Betawi Condet. Almarhum pula yang mencanangkan pesta rakyat setiap hari jadi kota Jakarta 22 juni.

Murid bertanya lagi, kalau memang Ali Sadikin itu pahlawan, kenapa namanya tidak dijadikan nama jalan populer di Ibukota. Di Surabaya, Jalan Gubernur Soeryo itu bergengsi. Di pusat kota. “Karena Surabaya itu memang kota pahlawan, penghargaan pada pahlawannya tinggi, dan semua orang adalah pahlawan…” Tanya murid lagi, “Semarang kota lumpia, bukan kota pahlawan, kok nama mantan gubernurnya jadi nama jalan bergengsi juga..”

Di antara murid-murid taman kanak-kanak itu ada murid abadi, yang tidak pernah naik jenjang pendidikan SD. Dia bertanya, “Menurut saya, bunga dan buah juga pahlawan. Pantas jadi nama jalan. Mereka berani. Tumbuh di kuburan juga berani. Dan mereka mau berkorban. Dipetik siapa saja rela. Dan tidak menuntut apa-apa.”

“Maksudmu?” Kata guru.

“Maksud saya …yaa…saya tidak punya maksud apa-apa Bu..”