Wayang Durangpo Tahun III (2011 - 2012)

Episode 135 Antre BBM di SPBU Mahabharata

8,438 Views
Episode135BBM ndak pernah kapok. Tapi Hanuman bukan BBM. Pantes kalau dia punya rasa kapok. Hanuman pernah disebut sebagai Raden Senggana, Begawan Kapiwara, Ramandayapati, Anjaniputra, Maruti, dan lain-lain. Tapi, tak seorang pun pernah memanggil Hanuman dengan nama alias Raden BBM. Karena Hanuman memang punya rasa jera, sedangkan BBM tak pernah jera. BBM selalu naik, naik, naik, dan terus naik. Ndak kapok-kapok.
Nduk sebelah mana kapoknya Hanuman?
Ya nduk bagian ketika Duta Ramawijaya itu ngobrak-abrik Alengka, negerinya si Dasamuka. Ingat to? Waktu itu Hanuman diutus Prabu Ramawijaya ngecek keberadaan sang permaisuri, Dewi Sinta, yang sedang ditawan Dasamuka, sekaligus ngecek apakah di Alengka ada juga serangan serangga Tomcat mirip-mirip nduk Surabaya.
Sukses. Malah di Taman Argasoka Dewi Sinta menitipkan lencana Shilkamani kepada Hanuman. Ini perlambang tentang betapa masih cintanya kepada sang misua. Katakanlah itu semacam pertanda “Salam Satu Jiwa” seperti kerap dipekikkan Aremania.

Saking bangganya dititipi salam, Hanuman pun pamitan. Ia sampai lupa menanyakan apakah Sang Dewi kena serbu serangga Tomcat.

Tapi, sehabis meninggalkan lingkungan istana Triratna di Alengka itu terbersit pikiran iseng Hanuman untuk bikin onar, pikiran yang kadang juga membersiti kepala sebagian Bonek pada masa lalu. Badan Hanuman bertriwikrama, membesar seperti gunung, lalu ia obrak-abrik warung-warung dan stasiun kereta api … Eh salah … Ia obrak-abrik Alengka.

Banyak jago Alengka mandi darah lalu keok di tangan Hanuman. Di antaranya Wil Wirapa dan Surasakti.

Akhirnya Hanuman dapat disikat oleh panah pamungkas Nagapasa milik Indrajit, anak Dasamuka. Hanuman ditangkap, diikat, lalu dibakar dalam upacara dahana Agnihotra. Ketika tubuhnya sudah mendahana, Hanuman yang kebal api punya gagasan. Badan sekujurnya yang telah kobong itu malah mumpang-mumpung dimanfaatkannya untuk melompat-lompat dari satu bangunan ke bangunan lain. Jadilah seluruh pencakar langit itu kobar mangalad-alad.

Alengka lautan api!!

Lho … Tapi kok ada gedung yang tak terbakar meski telah berkali-kali dihinggapi Hanuman dengan tubuh penuh api. Waduh, bangunan-bangunan itu ternyata tahan api. Bangunan-bangunan itu antara lain kantor pajak, kepolisian, kejaksaan, dan pengadilan negeri Alengka.

“Coba kalau di zaman Ramayana ini sudah ditemukan BBM. Gedung-gedung itu kan bisa aku guyur BBM dulu sebelum aku pencloki dengan api di badan,” pikir Hanuman sambil geleng-geleng.

Sejak itu Hanuman kapok main bakar-bakaran kalau tanpa BBM.

***

Ternyata, menurut ponokawan Gareng, pikiran serupa juga melanda Prabu Duryudana dari zaman Mahabharata. Bahwa percuma saja mau membakar apa wae kalau ndak punya BBM. Raja Astina ini sampai mbelabelani ikut antre BBM di suatu SPBU. Setelah muter-muter dari Osowilangun ke Margomulyo lewat Jembatan Tambak Surabaya, akhirnya beliau menemukan SPBU yang masih aktif jualan BBM di daerah semacam Karangpilang.

Tetua Kaum Kurawa ini akan membakar Bale Sigala-gala, tempat penginapan Pandawa. Prabu Duryudana mangkel sekali karena makin ke sini hidup Pandawa kok makin sok priyayi.

Jelas-jelas di Undang-Undang Lalu Lintas, seperti halnya di Indonesia, disebutkan hanya lima golongan yang wajib didahulukan di jalan raya. Yaitu Presiden, Wakil Presiden, Tamu Negara, Ambulans, Pemadam Kebakaran, dan Kereta Api. Ini kok menteri, gubernur, bupati, wali kota pada petentangpetenteng minta didahulukan. Rakyat yang bayar pajak malah disuruh minggir dan melongo.

Ketemu pirang perkara?

Prabu Duryudana tidak ingin apa yang terjadi di negeri kaum Pandawa itu lama-lama akan menjadi sumber inspirasi bagi kaum hulubalang Astina untuk mentheng kelek di jalan raya.

Ok. Tapi, kenapa seorang raja diraja kok mau-maunya antre BBM sendiri bawa jeriken ke SPBU?

Karena beliau sudah tidak percaya lagi ke seluruh kaki-tangannya. Lha seluruh anak buahnya ia pasrahi tugas untuk memberantas korupsi, pada nggak jegos. Pada ndak becus. Mereka tidak mampu menangani korupsi di bidangnya masing-masing, malah membentuk Satgas Pencegahan Pornografi .

“Halah … halah … Kurang gawean bener sih?” pikir Duryudana. “Itu kan tugas dan tanggung jawab masing- masing orang tua. Tugas hulubalang kerajaan ya memberantas korupsi, memperbaiki jalan-jalan yang makin berombak-ombak dan penuh lubang ….”

Ketidakpercayaan itulah yang bikin Prabu Duryudana antre BBM sendiri.

***

Tujuan boleh mulia, ingin menegakkan Undang-Undang Lalu Lintas. Tapi kenapa harus dengan bakar-bakaran?

Kini Pandawa sudah menginap di Bale Sigala-gala. Perkemahan itu memang dibangun dengan bahan yang sangat mudah terbakar oleh arsitek Purocana, atas perintah ayah Duryudana, Destarastra.

Tapi, menurut Petruk, Widura punya siasat lain. Saking sayangnya ke Pandawa, adik Destarastra itu diam-diam membuatkan terowongan di bawah Bale Sigala-gala, tembus ke tepi sungai. Dari situ Pandawa akan bisa menyelinap ke hutan persembunyian ….

Adapun menurut Bagong, Pandawa bisa lolos karena diselamatkan oleh musang berwujud garangan putih, yang dari gorong-gorong bisa mengantar Pandawa mak plung ke Kahyangan Sang Hyang Anantaboga.

Apa pun, Bineka Tunggal Ika, berbeda-beda pendapat tapi intinya tetap satu jua: yaitu bahwa Pandawa slamet.

Entah dari hutan entah dari Kahyang an Anantaboga, para Pandawa lalu mak pecungul ikut antre BBM bersama Prabu Duryudana. Saking bernafsunya membunuh Pandawa, Raja Astina Prabu Duryudana sampai nggak ngeh bahwa yang berdesak-desakan dengannya ternyata para Pandawa yang sudah lolos dari perkemahan jebakan.

“Terima kasih dukungan Sampeyan,” sabda Duryudana ke seseorang tanpa menyadari bahwa orang itu adalah Yudistira, sulung Pandawa. “Sampeyan mendukung saya mau mbakar Bale Sigala-gala kan?”

Yudistira menoleh ke Hanuman. Yang ditolehi senyum-senyum. Kera putih ini memang ada di situ juga karena perintah Kresna, penasihat Pandawa, selain karena kapok hidup tanpa BBM.