Wayang Durangpo Tahun III (2011 - 2012)

Episode 144 Lady Gadang Gadang Menjinjing “Blackbox”

5,160 Views

STcartoon1Siapa orangnya tega membiarkan balita sendirian di dalam mobil? Mana lapangan parkir ini ce’ panase. Panasnya ngungkuli duit hasil korupsi.

Dulu Dewi Kunti pas mau melarung bayinya di sungai Gangga saja wuaaah nangisnya Bombay sekali. Sambil terus menangis berlarat-larat ia tak segera melepaskan bayinya, Karno. Padahal sudah ada garansi platinum dari pacar gelapnya, Dewa Surya. Sebagai papi ia akan melindungi Karno. Setan tidak akan doyan, iblis tidak akan menggubris, Mak Lampir tidak akan mampir.

Dilepas juga sih akhirnya Karno, walau tangis Kunti hampir selama Lumpur Lapindo.

Waktu nyelimur mau meninggalkan Hanuman dewekan di hutan, keronta-rontanya sang mami Dewi Anjani juga tanpa umpama. Nek ndak  diperkuat oleh Ketua Umum Partai Dewata Batara Guru bahwa sudahlah kera putih itu nanti akan disayang-sayang seisi belantara, tak bakal Dewi Anjani nekad bablas menjadi Sri Minggat.

Anjani akhirnya bisa diyakinkan bahwa benih yang tumbuh dari Batara Guru itu akan disayangi oleh alam seperti kasih sayang ibu terhadap anaknya sendiri. Panas tak akan kepanasan. Hujan tak bakal kehujanan. Ini bukan iklan pabrik genteng tapi jaminan Batara Guru terhadap Anjani, sebagaimana janji Surya terhadap Kunti.

***

    Tapi bayi dalam mobil di parkiran ini siapa pelindungnya? Kalau ada pembinanya, siapa pula Ketua Dewan Pembinanya? Zaman sudah berubah. Andai pun ada yang menjamin keselamatannya mungkin kelas janjinya tak lebih dari kelas janji-janji musim kampanye.

Tukang parkir yang berpakaian mirip Ponokawan Gareng itu akhirnya kena damprat sopir-sopir yang mau keluar-masuk. Mereka tak ada yang mengarahkan. Tukang parkir, sebut saja Gareng, lebih sibuk mengamati bayi dari luar kaca jendela mobil.

“Hoiii, bantuin dong! Kita mau mundur nih,” teriak seorang pengemudi dalam pakaian Raden Gatutkaca.

“Mobil depan ini ngalangin. Gimana saya bisa maju. Dorong dong,” semprot pengemudi lain dalam pakaian Raden Dursasana dari Kurawa.

Cuek. Tukang parkir malah dada-dada ke bayi dalam mobil, bayi yang kebetulan lucu. Berbagai kudangan ia mainkan dari luar kaca mobil sejak Puk Ami-ami sampai Iwak Peyek.

“Iwak peyeeeek…Iwak peyeeeek …Iwak peyeeek sego jagung …Lady Gaga yeeek…Lady Gaga yeeeek…Lady Gaga gak jadi manggung,” kudangan si mirip Gareng. Tangannya bertepuk-tepuk sambil kadang-kadang menutup hidung karena bau bensin dari mobil yang mesinnya hidup itu.

Dari luar kaca gelap mobil, pak parkir masih dapat melihat si bayi kepingkal-pingkal.

“O lucunya bayi ini. Tapi siapa sih yang tega meninggalkan bayi sendirian ini?” pikir pak parkir setelah kehabisan bahan kudangan, setelah si bayi mulai tak ketawa-ketawa lagi selain cuma mengulum-ngulum kepalan tangannya sendiri.

***

    Waktu pertama parkir, si Gareng melihat perempuan muda sendirian turun dari sedan tersebut. Ia masih hafal dandanan dan warna tasnya yaitu orange seperti warna blackbox. Si Gareng segera mencari warna blackbox itu ke supermarket. Tolah-toleh. Eh, tetap saja yang dicarinya tidak ada.

“Lihat perempuan membawa tas warna blackbox nggak?” tanya si Gareng ke sekuriti supermarket yang berpakaian Cakil.

“Bawa tas hitam?”

“Orange, Cak…!”

“Lho jaremu blackbox, kotak hitam…?” Cakil bengong.

“Iya namanya blackbox, tapi warnanya orange…” si Gareng mulai garuk-garuk kepala, “Blackbox itu cuma istilahnya…seperti gini lho Cak, yang diurus KPK itu cuma istilahnya saja koruptor padahal sebenarnya garong…Paham?”

“Lho kamu nyari koruptor apa nyari blackbox?”

Walah, akhirnya si Gareng bergegas kembali melihat bayi yang jomblo alias sendirian di dalam mobil.

Mungkin si ibu itu di supermarket lalu berganti busana wayang dan tertarik ikut-ikutan banyak orang lain yang menonton konser Lady Gaga di gedung sebelah.

Kan gini, Lady Gaga yang semula mau pentas dengan baju batik dibatalkan pementasannya. Akhirnya tim produksi memutuskan Lady Gaga berpakaian wayang. Eh, akhirnya pembatalan dicabut.

“Tunggu dulu!” sergah pemimpin Ormas, “Memangnya ada wayang yang waria seperti Lady Gaga?”

“Ada cyiinnnn…. Yaitu Srikandi,” kata wakil generasi Alay.

“Masyaallah, Srikandi itu perempuan!”

“Itu menurut versi pedalangan Jawa. Kita Bhineka. Menurut versi asli dari India doi itu wandu. Nama persisnya Shikandin, bukan Srikandi,” cerocos si Alay. Akhirnya dengan pakaian wayang Srikandi, Lady Gaga bisa mementaskan lagu-lagunya seperti Born This Way dan lain-lain.

Tiket yang terlanjur sudah dibeli tak perlu ditukar uang lagi. Dan  untuk menghormati pemimpin Little Monsters yang sudah mau berpakaian wayang itu sebagian besar penonton berinisiatif sendiri memakai pakaian wayang.

Tentu protes masih ada. Sebagian yang anti-Lady Gaga bilang, percuma berpakaian wayang ala Indonesia kalau ideologinya memuja setan.

“Halaaah…Mana lebih memuja setan? Lady Gaga atau para koruptor di Tanah Air,” ujar yang pro-Lady Gaga.

***

    Hari mulai malam. Biasanya di sekitar mobil yang mesinnya hidup itu bau bensin. Ini kok sudah mulai bau kemenyan. Gareng mengintip bayi dari kaca gelap mobil atas bantuan cahaya merkuri parkiran. Kok dia sudah berkostum wayang seperti bayi Sakuntala ketika ditinggalkan sendirian di tengah hutan, bayi yang kelak menjadi cikal keturunan darah Bharata dan perang saudara di antara mereka sendiri?

“Mungkin ibunya tidak nonton Lady Gaga, tapi di supermarket itu ibunya diambil orang-orang, lalu dia terlena karena digadang-gadang menjadi perempuan calon presiden,” kata pemilik mobil yang kebetulan melewati Gareng. “Yang mencalonkan bisa saja para pengusaha hitam.”

“Hah? Ini bukan Afrika ..” pikir Gareng.

“Pak, Gareng, pengusaha hitam itu bukan pengusaha berkulit hitam. Kulitnya bisa sawo matang, tapi sejatinya hitam. Blackbox kan bisa orange juga kelihatannya.”