Wayang Durangpo Tahun III (2011 - 2012)

Episode 148 Dadungawuk si Mata Kerbau

7,295 Views

STcartoon1Yuk ta’ kenalno mbarek Dadungawuk. Dadungawuk ini raksasa kerdil. Matanya sayu. Tugasnya menggembala andanu atau kerbau milik Batari Durga, ratu siluman yang bertahta di Kahyangan Setra Gandamayit.

Dulunya si tukang angon kerbau itu anteng saja kalau dibilang kerdil. Tapi pas dengar pidatonya Pak SBY yang ndak terima Partai Demokrat dibilang paling korup dan menuding partai-partai lain banyak yang lebih korup, Dadungawuk dapat inspirasi. Ndak mau lagi ia disebut kerdil.

“Saya prihatin,” pidato Dadungawuk. “Orang-orang main hakim sendiri. Mereka menyebut saya raksasa cebol. Padahal, huh, masih banyak raksasa lain yang lebih cebol. Coba itu lihat buto-buto bajang yang menjelma dari Canda Birawa, mantera pamungkasnya Prabu Salya di Mandaraka, cilik-cilik, Rek! Ndak aku thok sing cilik, Cuk!”

Sejak itu di Hutan Krendayana, tempat Dadungawuk bermukim, ia tak lagi dijuluki raksasa kerdil. Dadungawuk sesumbar: Hanya orang yang bisa memberinya pertanyaan yang tak dapat dijawabnya yang boleh memanggilnya raksasa kerdil.

***

Sembari mengantar Raden Gatutkaca ke tempat Dadungawuk, ponokawan Petruk bertanya, “Bro Dadungawuk, kenapa kok orang-orang sekarang pada ribut tentang Neneng istri Nazaruddin. Benarkah Neneng ditangkap KPK, atau sebenarnya Neneng menyerahkan diri?”

Dadungawuk tak menjawabnya. Matanya yang sayu malah memandangi kerbau-kerbaunya yang semuanya berwarna hitam berkaki putih. Kerbau begitu biasa disebut pancal panggung, dipercaya dapat menolak bala serta mengusir hama.

Untuk pengobatan, memelihara kerbau sekelas ini juga dipercaya dapat menyembuhkan gangguan saraf di leher. Konon lebih manjur ketimbang pengobatan sengat lebah alias Bee Venom Therapy. Ah, lihatlah, tampak kebanggaan memancar dari mata Dadungawuk terhadap 144 ekor gembalaannya.

Tapi Petruk menyangka Dadungawuk keok. Ia pastikan Dadungawuk menerawang kerbau-kerbaunya karena tak bisa membatang pertanyaannya. Hampir saja Petruk berseru memanggil “Raksasa Cebol!!!!” Ternyata Dadungawuk sambil ketawa-ketawa bisa menjawab cangkriman Petruk.

“Kenapa kita sekarang ribut Neneng ditangkap atau menyerahkan diri, karena sejak kecil kita dididik tidak jelas. Yang menggubah lagu Cicak di Dinding lupa mendidik kita apakah cicak itu HAP menangkap nyamuk, atau malah nyamuknya yang NYOH pengin ditangkap…” jawab Dadungawuk enteng.

“Maksudmu cicak itu KPK,” tanya Petruk ke Dadungawuk.

“Jelas. Kalau buaya kan polisi…”

Petruk manggut-manggut. Ia sportif mengacungkan jempol walau kekalahannya diledek oleh ponokawan lain, Gareng dan Bagong.

Dadungawuk terbahak-bahak dengan rasa unggul. Tampak ia sebahagia Russel Brand setelah bercerai dari Katy Perry. Taring-taringnya berwarna gading makin katon. Katanya dengan mulut mengengeh menunjukkan taringnya, “Jadi, kamu Kang Petruk, belum bisa memanggilku Raksasa Cebol!”

***
Ponokawan masih belum beranjak meninggalkan Dadungawuk. Waktu pun terus berlanjut. Sementara itu di tempat lain di Surabaya, dari Mastrip ke Gunungsari yang semula lancar kini telah macet. Rentetan antrean bahkan tembus sampai polsek Karangpilang.

Ya, waktu terus bergulir. Dalam tempo selama itu di Hutan Krendayana ponokawan belum juga hengkang. Akhirnya Gareng meski sering musuhan ma Petruk tidak terima Petruk kalah. “Cangkriman belum rampung, ” ujar Gareng ke Dadungawuk.

Dadungawuk yang berambut mirip dulu pemain Belanda Ruud Gullit itu diharuskan menjawab satu pertanyaan lagi: Mengapa nyamuk ditangkap oleh atau menyerahkan diri kepada cicak pada saat nyonya rumah pergi berobat ke luar negeri?

“Maksudmu Bu Ani yang katanya sedang berobat ke Amerika?” Dadungawuk garuk-garuk rambutnya yang gimbal. “Sebaiknya coba terapi di sini dulu dengan miara kerbau pancal panggung…”

“Wah, cangkemmu pating pecotot…” semprot Bagong. “Ini wayang Bro. Jangan dihubung-hubungkan dengan politik…Nyonya rumah ndak mesti Bu Ani yang sekarang lagi ke Puskesmas di Paman Sam…Jawab saja kenapa pas nyonya rumah berobat ke manca negara nyamuk ditangkap atau menyerahkan diri?”

“Karena pas nyonya rumah pergi, ndak ada yang nyemprot obat nyamuk…Cicak diberi kesempatan dan tanggung jawab untuk menangkap nyamuk itu ..” jawab Dadungawuk tegang.

Ketiga ponokawan geleng-geleng tanda tak setuju.

***
Andai Dadungawuk tak tegang, setegang ibu-ibu yang anaknya sedang ikut ujian SNMPTN, ia yang cerdas pasti mampu menjawab pertanyaan.

Dadungawuk tegang lantaran pikirannya sedang kalut antara mengabulkan atau tidak permintaan Raden Gatutkaca. Ksatria Pringgandani itu datang bersama ponokawan untuk meminjam 12 lusin kerbau alias andanu tipe pancal panggung sebagai arak-arakan mantenan Arjuna dan Dewi Subadra.

Menurut protokol pernikahan, lelaki Pandawa dan putri dari Mandura itu akan diarak dengan awalan cucuk lampah kera putih. Di belakangnya ada kereta pusaka peninggalan Dasamuka yang ditarik kuda berkepala raksasa. Lalu gamelan Lokananta dari Kahyangan, dan sebagainya. Nun paling belakang dari kirab meriah itulah akan mejeng 144 kerbau pancal panggung.

Fantastis. Lebih mengagumkan dari rancangan iPhone 5 yang transparan.

Jika mempelai adalah pasangan raja dan ratu, perhelatan nikah semacam itu diyakini dapat membuat mereka bertindak dana wesi asat (menegakkan hukum secara adil dan tegas). Lebih tegas dari kata-kata Mamah Dedeh. Selanjutnya akan terwujud nagari ingkang mardikengrat mbahudendha nyakrawati (negara yang adil dan beradab serta berdaulat dalam pergaulan dunia).

Pesan singkat SMS Batari Durga berisi izin peminjaman kerbau baru masuk setelah Gareng menjawab pertanyaannya sendiri: Nyamuk ditangkap atau menyerahkan diri ketika nyonya rumah pergi agar sang nyamuk masih dapat menggigit siapa saja, termasuk menggigit Mas Anas Urbaningrum maupun Mas Andi Mallarangeng.

Sejak itu ponokawan tetap memanggil gembala kerbau itu si raksasa kerdil walau masih ada juga raksasa-raksasa kerdil lainnya.