Wayang Durangpo Tahun I (2009 - 2010)

Episode 26 Sri Gayatri Kedanan Sri Kandi

5,816 Views

Episode026BAPAKKU Sayang, siapa ngomong gudangnya pemusik cuma Bandung dan Jogja. Dianggepnya Surabaya hanya kaya nyamuk dan bonek. Salah. Selain gudangnya triliunan duit…Budi Sampoerna itu wong Suroboyo lho…Surabaya juga lumbunge pemusik. Salah satunya Leo Kristi yang awal-awalnya pernah sa’ grup ambek Gombloh di Band Lemon Tree’s. Nah, di antara penyanyi Leo Kristi ada yang namanya Gayatri.

Jadi, Bapakku Sayang, Gayatri di sini belum karuan Gayatri yang Sampeyan karepno. Bisa saja Sampeyan mikir Gayatri di sini perempuan yang pipinya mirip Ria Irawan. Padahal pikiran saya ke Gayatri-nya Mas Leo. Atau Sampeyan nyangka Gayatri di sini perempuan ceplas-ceplos, abang ngomong abang, ijo ngomong ijo, khas Suroboyo, tapi aksennya Makassar. Pakai ”lha” gaya Jawa tapi juga pakai ”to” gaya Bugis. Sementara Sampeyan-Sampeyan yang lain ngira Gayatri di sini itu Gayatri sing modis dan senengane megal-megol.

Oh, Bapakku Sayang, begitu banyak perempuan cantik bernama Gayatri selain Gayatri yang Sampeyan tuding dan Gayatri-nya Leo Kristi. Apalagi sekarang setelah banyak peristiwa penculikan karena pergaulan facebook. Orang-orang tua wanti-wanti agar anak-anak gadisnya tidak pasang nama asli di Mayapada alias dunia maya. Aneh bin ajaib, satu dua ABG mulai pakai nama samaran yang sama: Gayatri. Tiba-tiba ini berdampak sistemik. Di facebook seluruh perempuan lantas pakai nama Gayatri.

***

Gareng, Petruk, dan Bagong rembukan serius nanggapi banyaknya perempuan digondol dan diewer-ewer wong lanang gara-gara facebook. Rembukan jadi berantakan tanpa penengah. Maklum, Semar yang biasa jadi moderator bagi anak-anaknya sudah moksa bersama kepergian Gus Dur. Gareng, panakawan sulung, jadi ekstrem. Anak-anak perawannya dilarang mblakrak main facebook. Akibatnya mereka semua stres dan masuk rumah sakit jiwa di Lawang.

Waktu rembukan itu Bagong baru cekcok dengan istrinya, Dewi Bagnawati. Yok opo ndak antem-anteman, Bagnawati entek ngamek membela Demokrat dan PKB, Bagong mbelani PDI-P, Golkar, PKS, Hanura, dan Gerindra. ”Jangan sama-samakan facebook dengan kaum istri,” kata Bagong emosional ke Gareng yang juga baru cekcok dengan istrinya, Dewi Sariwati. ”Facebook berbeda dibanding istri. Facebook itu masih ada sisi positif-positifnya.”

Petruk tersinggung. Masa’ si bungsu nggebyah uyah menyamaratakan kaum istri semuanya negatif. Akal sehat Bagong wis mlotrok. Buktinya, istri Petruk masih punya sisi positif lho. Misalnya, Dewi Undanawati, istrinya, masih curiga ketika Pak Antasari divonis bersalah.

”Berarti istriku masih ada positif-positifnya. Dia masih pengin tahu siapa pembunuh Nasrudin Zulkarnaen sebenarnya. Dia masih terus bertanya kenapa kok Antasari langsung diciduk menjelang Antasari akan periksa morat-maritnya penyelenggaraan pemilu. Berarti otak istriku masih jalan. Masih positif,” kata Petruk.

Petruk lantas mengambil jalan tengah soal facebook. Bagong membebaskan anak-anaknya main facebook. Akibatnya seluruh anak gadisnya hilang lebih misterius ketimbang penerima saluran dana Century. Penerima dana Century yang diduga menjadi cukong calon presiden dan wakil presiden tertentu pada pemilu lalu kan nama dan alamatnya ada. Pas dicek ternyata RT/RW setempat bingung thingak-thinguk karena orang itu ndak ada. Anak-anaknya Bagong yang diculik pemain facebook itu sekarang nama dan alamatnya saja ndak ketahuan. Hantu keramas dan suster ngesot saja masih ketahuan ada di mana.

Jalan tengah Petruk: anak-anaknya dibebaskan main facebook tapi dengan syarat, tidak boleh memasang foto asli. Mereka ng-upload foto Gareng atau Bagong. Waduh!! Anak-anak Petruk kemudian mengeluh. Ternyata setelah memasang foto Pak De dan Pak Lik mereka itu, mereka kehilangan banyak sekali teman di facebook. Ndak ada yang nge-add. Syarat diubah oleh Petruk. Bagaimana kalau pasang foto sendiri tapi jangan yang pas dalam keadaan cantik atau pas seksi.

Waduh!! Ini juga problem. Anak-anak Petruk itu cantik-cantik bahkan ketika pas ndak cantik saja masih cantik. Lencir dan langsing pula. Maklum bapaknya tinggi, hidungnya mancung, dan murah senyum. Undanawati, ibunya, juga tak kalah dengan manise Gayatri. Petruk tak kurang akal. Anak-anaknya disuruh menatap lumpur Lapindo lalu ekspresinya dipotret. Mereka langsung tampak jelek.

Hari lain mereka dibawa Petruk keliling Jawa Timur. ABG-ABG itu disuruh menyaksikan banjir. Pas itu wajah mereka dijepret. Fotonya tampak jelek. Terakhir Petruk membawa kerbau yang pernah dipakai buat demo di Jakarta. Anak-anaknya dia suruh menerawang kerbau itu lalu diklik kamera. Hasilnya luar biasa. Jelek banget jadinya anak-anak Petruk.

Foto-foto jelek itulah yang dipasang di facebook anak-anak Petruk. Mereka akhirnya ngambek juga karena tetap saja kayak waktu mereka pakai foto Bagong dan Gareng. Mereka tetap kehilangan banyak sahabat di facebook. Banyak cowok-cowok yang me-remove mereka. Akhirnya jalan tengah tercapai. Mereka boleh mengunggah foto-foto asli yang cantik-cantik. Tapi harus pakai nama samaran. Mereka kompak memakai nama Gayatri dengan berbagai variasinya.

Inilah yang kemudian berdampak sistemik. Seluruh perempuan di facebook pakai vanasi nama Gayatri. Ada yang wajahnya seperti Julia Perez. Tapi namanya Gayatri Srihandini. Ada yang mirip Andi Soraya, tapi namanya Hayat Tree. ”Pohon kehidupan alias Kalpataru” begitu statusnya dalam facebook. Seorang gadis di Ngaglik, Surabaya, yang ndak bisa nyanyi sama sekali malah menamakan diri Gaya Trie Utami.

Wah, opo tumon. Jusuf Kalla dan George Soros boleh bilang kasus Century tidak berdampak sistemik. Tapi, Bapakku Sayang, kasus Gayatri betul-betul berdampak sistemik.

***

Jangan dikira cuma ludruk dan ketoprak yang punya lakon-lakon tentang wong wedok edan. Misalnya Suminten Edan yang berlatar budaya Ponorogo. Di wayang juga ada lakon perempuan sinting. Di antaranya Srikandi Edan. Cuma, edannya Srikandi bukan karena celengannya hilang sampai miliaran. Putri kedua Prabu Drupada dari Kerajaan Cempala alias Pancala ini menjadi gila karena marah. Srikandi, siswi panahan dari Arjuna, marah-marah terus lantaran kok tambah banyak orang gila yang mengaku waras. Mereka malah tak sedikit yang menjadi pejabat negara. Celakanya, masyarakat sendiri juga tidak mengakui bahwa para pejabat itu jan-jane edan. Masyakarat malah mendakwa yang edan adalah Srikandi.Waduh!!!

Tekanan batin itulah yang pada akhirnya membuat Srikandi miring. Ia bukan saja berpakaian mirip laki-laki, didandani oleh sekjen para dewa, Batara Narada. Namanya berubah jadi Bambang Kandihawa. Suatu hari Srikandi malah bertukar kelamin dengan lelaki sakti bernama Begawan Amintuna.

Lakon inilah yang mengilhami pemuda dari Benowo dalam bermain facebook. Dia pengagum Begawan Amintuna. Dia memasang foto dirinya dengan foto perempuan. Nama aslinya, Sri Gandos Waskito, diubahnya menjadi Sri Kandi.

Oooo…Kodrating Jawoto gak keno diduwo…

Seluruh Gayatri kemudian hengkang dari facebook Srikandi, kecuali satu Gayatri. Gayatri yang satu ini tetap yakin bahwa Srikandi tersebut adalah lelaki yang diimpi-impikan sepanjang hayatnya. Bayangan Gayatri yang satu ini, hanya Srikandi, lelaki yang bisa memahami perasaan wanita, yang akan bisa menuntaskan problem hidupnya. Satu jam saja Gayatri tidak di-wall maupun di-chat oleh Srikandi, Gayatri akan kelimpungan.

Dan kalau sudah kelimpungan, Gayatri akan melempar-lemparkan telur, buah dan sayur-mayur. Dia akan ambil cat. Dia corat-coret dinding-dinding kota. Capek mencorat-coret, dia akan menari-nari megal-megol. Kadang goyang-goyangnya itu dilakukan di atas truk.

Bapakku Sayang, ketika aparat keamanan mau menangkapnya karena menganggap Gayatri gila dan mengacau keamanan, Gayatri sempat nge-chat Srikandi.

”Aku tahu kamu laki-laki to, kamu pemimpin to, meski penampilanmu seperti perempuan. Setidaknya seperti banci. Lha, tolonglah aku. Kamu tanda tanganlah kasih instruksi agar celenganku kembali. Kalau kamu takut tanda tangan, lha minimal kamu berani bilang ke masyarakat, matanya suruh lihat, bahwa di zaman edan seperti ini, yang edan sebenarnya bukan Gayatri to. Jadi begitu, Bapakku Sayang…” (*)

Disadur Sepenuhnya dari Jawa Pos, Kolom Mingguan, Wayang Durangpo