AREA 2009 - 2010

AREA 72 Antara “Make Money” dan “Make Love”

3,852 Views

TejomusikAda tembang dolanan tradisional di Jawa: Pak jenthit lolo lobah, wong mati ora obah, yen obah medeni bocah, yen urip goleko duwit.

Itu sindiran. Kata para leluhur, orang mati tak bergerak. Dikit aja bergerak akan bikin takut bocah-bocah. Mungkin sama menakutkannya dengan hantu keramas dan suster ngesot. Tapi, kalau emang hidup, mondar-mandirlah. Jangan diem aja. Carilah duit. Ayooo..jangan bergeming.

O ya, soal bergeming. Ini terjadi salah kaprah. Banyak yang nyangka bergeming itu bergerak. Padahal, yang bener, bergeming justru diam mematung.     Kalau salah seorang pacar diam saja bagai arca menanggapi permohonan maaf sampeyan yang sudah menyakitinya sampai ke tingkat paling dasar, jangan  lagi sebut pacar itu tidak bergeming. Sesungguhnya, kekasih sampeyan itu bergeming.

Kembali ke soal duit. Orang-orang hidup yang sudah tidak mencari duit, menurut para leluhur sejatinya sudah jadi jenazah. Mereka sudah mati sakjroning urip alias meninggal dalam keadaan hidup-hidup.

Salah satu ajaran dalam warisan budaya Nusantara ini menurut saya menarik. Tapi saya agak kurang sreg dengan istilah “mencari duit” alias “golek duwit”.

Gimana ya. Kata “mencari” itu lho yang bikin saya nggak cocok. Seolah-olah duit itu ada di luar kita dan kita berusaha mendapatkannya. Sama halnya mencari hiburan atau mencari panas.

Kalau kita penggemar Rhoma Irama, seperti isi lagu-lagunya, untuk mendapatkan hiburan kita akan mencarinya ke Bina Ria atau Taman Ria…terajanaaaa….terajanaaaa…Kalau kita mencari panas, kita akan pergi ke tempat-tempat ada sinar mentari.

Lain rasanya kalau kita membuat hiburan atau membuat panas. Kita akan membangkitkan potensi di dalam diri sendiri. Kita bikin perasaan kita hepi sehingga terhibur. Kita bikin badan kita panas dengan lari-lari kecil atau apalah.

Maka saya lebih cocok dengan istilah “make money”. Potensi-potensi di dalam diri kita, entah itu bakat entah itu keahlian, kita bangkitkan, kita kerahkan, dan kita olah sehingga menghasilkan uang. Itu arti positifnya. Arti negatif “make money” ya bikin duit palsu. Tapi mari kita berangkat dari hal positif.

Sergey Brin dan Larry Page, kedua anak kelahiran Rusia yang bikin Google adalah salah satu contohnya. Contoh lain adalah Mark Zuckerberg dan Eva William yang masing-masing bikin facebook dan twitter. Atau anak Turki, Mike Lazaridis, yang bikin blackberry.

Kalau mereka sekadar mencari uang, dan bukan membuat uang, sudah pasti yang mereka kerjakan adalah hal-hal yang lumrah dikerjakan banyak orang lain, bukan atas dasar bakat dan kemampuannya sendiri yang khas dan unik. Itulah prinsip bekerja.

Masih soal prinsip bekerja, lebih parah dari istilah  “golek duit” alias mencari duit adalah “nyambut gawe” yang juga populer di Jawa. Mencari duit masih punya konotasi keaktifan. “Nyambut gawe” lebih pasif. Ada gawe atau kerjaan lebih dahulu, baru kita sambut.

Yang sudah tepat dalam tradisi kita, setidaknya tradisi Jawa, adalah “mbangun asmoro” untuk “make love”. “Mbangun asmoro” kurang lebih berarti membangun atau membuat cinta. Ah, andai sejak dulu nenek-moyang kita mengajarkan…wong mati ora obah, yen obah medeni bocah, yen urip make money please…dunia wirausaha akan pesat di tanah air.