AREA 2007 - 2008

Wisata Kuliner, Eh, Ketakutan…

5,315 Views

Tidak setiap tikus got jelek. Lihat-lihat tikusnya dulu. Pasti ada juga yang imut-imut dan nggemesin. Tapi tetap saja menjijikkan. Begitu juga tidak setiap hantu jelek. Tergantung tipe hantunya. Si Manis Jembatan Ancol jelas tak buruk. Apalagi kalau Dian Permatasari pemerannya. Tapi tetap saja bikin takut.

Entah tipe kayak apa hantu yang ada di Rumah Pondok Indah. Entah pula yang di Terowongan Casablanca maupun Museum Bank Mandiri. Mungkin lebih cantik dibanding Dian Permatasari, aktris yang sampai kini masih ayu dan jadi simbol payudara bagus. Apapun tipenya, jelas sama-sama menakutkan.

Bahwa kadar ketakutan yang dijangkitkan pada kita oleh hantu itu berkelas-kelas, juga ndak aneh. Di dunia ini apa yang nggak pakai kelas. Mau daftar tinju aja ditanya kelasnya. Tiket kereta api pakai kelas. Sapi yang semuanya rata sama-sama buta huruf saja harga dagingnya masih pakai kelas-kelas.

Tak heran kalau orang tertentu lebih takut hantu di Jeruk Purut ketimbang Museum Satria Mandala. Yang lain lagi lebih berani pada hantu di Hotel Horison Ancol ketimbang di Hotel Sofyan Cikini. Padahal, bagi yang pernah kepergok hantu di Lintasan Kereta Api Bintaro dan Bongkaran Tanah Abang, semua tempat-tempat di kawasan Jakarta yang saya sebut sejak awal tulisan ini nggak level alias belum sekelas.

Meski berkelas-kelas, orang umumnya jarang menyebut kelas-kelas hantu itu, baik yang di Lapangan Gang Tuyu Halim maupun Apartemen Cempaka Mas. Yang di Gedung Regent Kuningan maupun di Museum Satria Mandala. Orang biasanya lebih sering menyebut jenis hantunya. Misalnya kalau yang di Cempaka Mas itu tuyul besar, tapi yang di Taman Kota Langsat Mayestik, seorang kuntilanak. Terowongan Casablanca sama dengan Jembatan Ancol, sosok perempuan.

Orang mengingat hantu yang muncul di Lipstik Diskotik Blok M, adalah sosok lelaki. Sedangkan hantu yang kerap muncul di Danau Taman Makam Pahlawan Kalibata adalah sosok sahabat. Maksud saya, jika kau mancing di situ, orang lain akan melihatmu sedang mancing berdua.

(Semua tempat yang disebutkan ada di kawasan Jakarta)

Mungkin karena meski bisa dikelaskan, rasa takut susah diukur, baik dengan dolar AS maupun rupiah. Yang jelas, bagi saya, rasa takut itu apa pun bentuknya wajar saja. Kita tidak usah malu karena mempunyai rasa takut. Manusia dan rasa takutnya itu sudah menyatu, seperti perempuan dengan gunjingannya, seperti sate dengan kecapnya. Yang perlu kita maluin adalah kalau ketakutan kita tidak pada tempatnya.

Misalnya, seorang dokter tetapi takut pada darah dan jarum suntik. Seorang pilot tapi takut pada ketinggian. Seorang psikiater tapi takut pada orang gila. Atau tentara takut pada pelor. Tapi semua mereka, mungkin termasuk kita, sah-sah saja takut pada hantu, kecuali kalau profesi kita adalah pengusir hantu dan penampakan. Itu baru aneh.

Sama saja dengan orang yang bekerja sebagai presiden kita, tapi takut pada Amerika. Bagi saya, lebih baik kita punya presiden yang takut pada hantu tapi berani pada Amerika dan negara-negara maju, ketimbang sebaliknya.

(Dimuat di rubrik ‘Frankly Speaking’ AREA 40, tanggal 13 Oktober 2008)