Sindo

Antara Pikiran dan Kenyataan

3,635 Views

Simeulue Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam dilanda gempa bumi Rabu kemarin. Listrik padam. Saya jadi teringat dua tahunan lalu pernah ke pulau itu, sekitar 45 menit dengan pesawat kecil dari Medan.

Kebayang kayak apa ya kalau pulau kecil itu tak berlistrik. Dengan nyala listrik ketika saya ke sana aja keadaan udah nggak kayak di Indonesia, maksud saya Pulau Jawa. Ya kemarin sebagian Jawa-Bali padam juga sih listriknya, tapi pasti ndak sesenyap di Simeulue.

Waktu ada listrik saja satu-dua mobil tampak di tepi jalan. Bukan parkir ternyata. Tapi ditinggalkan oleh warga Simeulue karena kehabisan BBM. Sementara suplai BBM ke pulau itu tersendat-sendat.

Kaya akan musik tradisional seperti musik bertutur dengan rebana, yaitu Nandong, tapi tak terlalu bergaung ke seluruh Nusantara. Para pemusiknya banyak yang mengembara. Salah satunya temen saya, Yoppi Andri, yang sampai pekan ini masih hidup di Bali bersama istrinya.

Sejak ke Simeulue itu saya jarang lagi ke daerah terpencil. Kembali secara tak sadar pikiran saya terbentuk bahwa seolah-olah seluruh Nusantara ini serba-ramai bak Jawa. Serba-banyak angkutan udara antar-kota. Dan sebagainya.

Ketika pekan lalu saya menemui empat Gubernur Kalimantan yang kebetulan sedang berembuk di Jakarta, dalam perjalanan sebetulnya saya terheran-heran. Mewah banget sih empat gubernur Kalimantan ini rembukan saja di Jakarta. Untuk orang Jakarta yang mau menemui mereka memang efektif dan efisien, tapi untuk keempat gubernur itu apa gak pemborosan?

“Kelihatannya mahal,” kata Teras Narang, Gubernur Kalimantan Tengah. “Tapi kalau kami mengadakan pertemuan di salah satu kota di Kalimantan, itu lebih boros. Karena kami tetap harus naik pesawat ke Cengkareng dulu.”

Wah, iya ya. Fakta ternyata tak selalu persis dengan pikiran atau sangkaan kita. Terlalu lama hidup di Jawa membuat kita tak tahu kondisi daerah. Lebih heran lagi ketika dalam pertemuan itu terungkap bahwa patok perbatasan Indonesia – Malaysia yang amat panjang sekali jumlahnya cuma, sekali lagi cuma 19.328. Itu pun sebagian rusak.

Kalau di Jawa mungkin patok itu akan lebih rapat, plus pembatasan oleh sungai mirip umumnya perbatasan antar-provinsi. Jadi, kata salah seorang pejabat yang mendampingi gubernur, kalau saja Malaysia mau, dalam tempo 15 menit mereka akan sanggup menguasai kita.

***

Ibu-ibu, kita masih pada topik yang sama dengan bagian pembukaan sebelumnya, yakni soal bagaimana pikiran tentang suatu fakta belum tentu persis dengan fakta itu sendiri. Kependudukan dan Keluarga Berencana yang kini kembali digiatkan juga begitu.

Kemarin kami mewawancarai Mo, Moza Paramita, presenter Breakfast Club dan radio. Berikut cuplikannya:

Ikut KB nggak?

Ikut dong…Mungkin betul juga kali ya. Kita cuma punya dua tangan. Jadi anak kita dua aja…Ah, gak lah. Cuma emang aku ngerasa dua itu udah cukup. Dulu itu aku sempat susah punya anak. Sekarang anakku sudah dua, begitu lahir di bulan Oktober, di bulan Januari aku langsung KB. Kalaupun pengin nambah ya setelah anakku yang kedua umur 5 tahun. Itu pun kalau pengin.

Mo pakai KB apa?

Spiral. Ya, karena kalau pakai suntik itu kan ribet. Mesti tiap bulan, time wasting banget. Trus kalau pil itu takut lupa karena mesti minum tiap hari. Kalau spiral kan gue cuma perlu setahun sekali ke dokternya..hehehe..

Kalau nggak usah KB aja gimana? Kabarnya perempuan sekarang makin susah hamil.

Ya sih. Gue dulu juga termasuk yang susah hamil. Nama penyakit gue endometriosis. Ini penyakit karena adanya tumpukan kristal di dinding rahim. Biasanya kan kalau mens itu darah kotor yang keluar, nah kalau gue darah kotornya gak keluar. Jadi mengkristal. Ini bikin sperma susah masuk. Kehambat kristal-kristal itu. Biasanya mens itu kan proses yang normal. Gue itu mensnya gak normal. Setiap kali mens bisa pingsan karena sakit banget. Sekarang perut gue sebelah kanan dan kiri puser dibelek. Jadi puser gue bentuknya segitiga. Hehehe…Nah dinding rahim gue tuh dilap kayak ngelap mobil biar bersih..hehehe

Dulu susah hamil kata dokter gara-garanya apa?

Karena lifestyle. Khususnya makanan. Dulu kan gue makan seadanya. Gak penting gizi. Yang penting perut kenyang. Ternyata banyak makanan yang masuk itu kotor dan gak ada gizinya. Badan gue ikutan kotor. Menurut gue sekarang penting banget bagi perempuan tuh jaga lifestyle-nya. Bukan cuma soal makanan. Bisa juga dari cara berpakaian seperti pakai celana teruslah…

Ibu-ibu, pikiran saya mengatakan bahwa perempuan yang gaya hidupnya kayak Moza Paramita dahulu kini makin banyak. Artinya program KB tidak perlu digalakkan kembali karena toh sudah galak dengan sendirinya berkat gaya hidup kaum wanita.

Ternyata saya keliru…

***

Kekeliruan saya begini. Sudah cukup lama sejak tahun 70-an, ketika Rhoma Irama mendendangkan lagu …seratus tiga pulu lima juta…penduduk Indonesiaaaaa…pikiran saya diem-diem kebentuk bahwa penduduk Indonesia itu ya 135 juta orang. Ndak terlalu bertambahlah. Apalagi saya saksikan di kota-kota banyak perempuan bergaya hidup Moza dulunya yang susah hamil. Ternyata per Selasa 4 Februari sepuluh tahun lalu saja penduduk kita sudah tercatat 200 juta jiwa.

Mungkin karena saya lupa bahwa di daerah, termasuk di Simeulue dan Kalimantan, bisa saja ada banyak tipe perempuan lain lagi yang gak kayak kalangan Moza di perkotaan.

Betapa banyaknya tipe perempuan di sini. Betapa luasnya Tanah Air.

(Dimuat di harian Sindo No. 74, tanggal 21 Februari 2008)