AREA 2007 - 2008

“Detoks Kejiwaan”

3,564 Views

Waktu banjir melanda Jakarta Februari lalu, saya sedang di Bandara Adisoemarmo Surakarta, mau pulang Jakarta. Dari Ashar, Maghrib, Isya dan seterusnya tidak ada kejelasan kapan pesawat ke Jakarta terbang. Kabarnya banjir juga melanda Bandara Soekarno-Hatta. Pesawat tak bisa landing.

Untungnya saya menemukan banyak hiburan sehingga saya tidak jenuh. Antara lain ngobrol dengan para petugas bandara. Rata-rata mereka ayu, khas wong Sala. Salah satunya bernama Evi. Lengkapnya Evi Ratnasari. Saya mendapatkan rahasia yang selama bertahun-tahun bikin penasaran.

Yaitu, bagaimana para perempuan terutama pramugari udara menekuk dan menggelung rambutnya ke atas bagai rumah keong, tapi tak kelihatan ujung-ujung tekukan atau gulungannya? Saya penasaran. Di mata saya ini sama mercusuarnya dengan delapan keajaiban dunia selain kamisol dan kebaya.

Evi yang punya gingsul dan lesung pipit menawan itu kemudian memperagakan “tata rambut keong”. Sekali lagi saya minta peragaannya, karena belum puas melihat warna kulit kuduknya begitu sanggulan model keong terbentuk. Lalu di malam menjelang larut itu sekali lagi saya minta peragaannya.

Evi yang sudah bekerja sejak pukul 5 pagi itu menurunkan pundaknya, wajahnya merajuk dan bilang, “saya sudah capeeeek…”

Saya mohon dia sudi memperagakan sekali lagi dan terakhir. Saya memohon dengan semohon-mohonnya memohon. Pas Evi sudah akan mengangkat kedua tangannya me-ngudari sanggul keong buat peragaan lagi…Brak!!!!

Terdengar kaca pecah dan runtuh ke lantai. Seluruh penunggu pesawat menengok ke sumber bunyi. Ternyata rak kaca toko boneka pecah. Ada seseorang yang memasang tambahan kaca, tapi mungkin salah pasang.

Lantas ini menarik. Dalam suasana seluruh calon penumpang mendadak hening karena tegang, saya lihat dari tempat Evi di kejauhan sana ada orang India di toko itu yang malah cuma senyum-senyum.

Tak lama kemudian bandara mengumumkan seluruh penerbangan batal. Para penumpang akan dijemput untuk diinapkan di Sala. Sambil menunggu satu mobil saja yang menjemput secara bergilir, saya main violin di halaman. Ini untuk menghibur sopir-sopir taksi, tukang becak, para calon penumpang pesawat, dan terutama untuk diri saya sendiri. Evi baru pulang setelah seluruh penumpang terjemput.

Kembali ke bandara esoknya saya tak jumpa Evi. Tapi saya jumpa orang India yang penuh senyum itu dan ditraktir kopi. Ternyata dia pemilik toko boneka. Saya tanya kok tadi malam dia tampak cuma senyum-senyum?

Jawabnya menarik. Dan mungkin terkait dengan detoks yang bukan fisik, tapi katakanlah “detoks kejiwaan”. Katanya, “Marah bikin kita cepat tua. Dan tak menyelesaikan masalah. Dengan saya cuma senyum, tukang kaca itu malah sungkan. Dia datang lagi bawa kaca dan kasih bonus pekerjaan lain. Hebat kan? Lalu ada ibu-ibu yang mungkin bersimpati pada saya. Dia akhirnya beli boneka lho setelah kaca kami pecah. Hehehe…”

Ternyata, sebaliknya, orang India ini juga mengamati kelakuan saya malam sebelumnya. Hah? “Itu juga bagus, menghibur diri terus,” katanya, “Jangan menunggu pesawat dengan marah-marah, bengong atau melamun seperti penumpang lain.”

Ah, kalau begitu mudah-mudahan Evi Ratnasari membaca tulisan ini…Hallaoww Evi…Apa yang kamu lakukan juga bagus lho buat “detoks kejiwaan”. Kamu tetap penuh senyum dan ramah dari fajar sampai selarut itu, sementara rekan-rekanmu yang lain tampak suntuk.

(Dimuat di rubrik ‘Frankly Speaking’ AREA 28, tanggal 9 April 2008)