AREA 2007 - 2008

Sampeyan Semua Sebenarnya Juga Dalang

4,230 Views

Omong-omong soal mobil atau kendaraan. Ada yang ketinggalan pada tulisan saya di Area dua pekan lalu. Yaitu, kenapa di mobil kesayangan saya, Volvo 740, saya kasih keris betulan di depannya? Karena antara kendaraan dan keris sangat erat hubungannya dalam kepercayaan lama.

Orang-orang Jawa dulu bilang, lelaki baru lengkap kalau sudah punya lima “A”. Kelimanya itu “wismA”, “wanitA”, “curigA (keris alias andalan misalnya ilmu, keahlian, dan lain-lain)”, “turanggA (kuda alias kendaraan)”, dan “kukilA (burung perkutut alias hobi)”.

Jadi antara keris sebagai simbol kemampuan andal lelaki dalam bidang tertentu (yang kini bisa berarti keandalan di bidang perbankan, teknologi, dan lain-lain) dan kuda alias kendaraan emang tak bisa dipisahkan dari kelengkapan hidup kaum lelaki. Keduanya menyempurnakan unsur wisma, wanita dan hobi (bisa karaoke, golf) yang juga mesti mengisi kehidupan lelaki.

Dalam pertunjukan wayang kulit, jika seorang tokoh siaga berangkat menuju tempat tugas, bahkan narasi soal kendaraan menjadi menu utama. Gamelan sampai berhenti kumandangnya. Dalang melukiskan, berapa jumlah kuda yang menarik keretanya. Dari bahan apa kayunya. Pemberian dewa mana saja unsur-unsur dalam kereta itu. Malah soal rumah, isteri, keris dan burung tokoh yang segera berangkat itu jarang banget disinggung.

Yang paling ramai karena penuh tepuk tangan serta tawa penonton biasanya kalau narasi kendaraan sudah menyangkut tokoh-tokoh dari dunia “hitam” seperti raja diraja Astina, Prabu Duryudana. Gegap gempita. Karena untuk tokoh “hitam” dalang merasa lebih bebas ngomong apa aja, suka-suka dia, dan biasanya campur-baur dengan obsesinya sendiri tentang kendaraan dalam kehidupan nyata hari ini.

Dalang kondang Ki Narto Sabdo almarhum sering menceritakan kuda-kuda yang menarik kereta Duryudana sesuai jumlah dan warna kostum pesinden. Kalau pesinden atau penyanyi gamelan jumlahnya empat dan kostumnya merah, putih, kuning, hitam…ya begitu juga akan hal narasi soal kuda penarik kereta.

Setiap warna beliau kasih filsafat. Misalnya, hitam lambang kebijaksanaan dan kematangan. Kuning simbol kehendak dan nafsu. Asal-usul kuda juga tidak dari para dewata di Kahyangan, tapi disesuaikan dengan asal-usul daerah pesinden seperti Kebumen, Nganjuk dan lain-lain, dan riwayat getir kadang porno dari para pesindennya.

Dalang lain ada yang lebih memfokuskan diri pada kayu kereta Duryudana, yaitu kayu Cendana. Karena, waktu itu, Jalan Cendana sangat terkenal sebagai kediaman Pak Harto. Dari narasi soal kayu Cendana bisa timbul tempik sorak yang tak kalah seru dari penonton karena kepiawaian dalang mengolah cendana menjadi kritik sosial yang tajam namun jenaka.

Tapi dalang, yang kerap diem-diem mewakili hasrat para lelaki kini, rata-rata emang suka kendaraan. Atau dibalik, para pecinta kendaraan hari ini, sebenarnya menyimpan hasrat dalang juga. Pada masa jaya-jayanya, dalang-dalang senior seperti Mas Manteb Sudarsono, Mas Anom Suroto dan Kang Asep Sunandar Sunarya itu mobilnya banyak dan aneh-aneh. Mas Manteb pernah punya sampai belasan mobil. Itu pun dia masih suka tiba-tiba berhenti di tengah jalan kalau lihat VW kodok yang dimodifikasi. Nawar kalau-kalau dijual.

Gitaris Denny Chasmala itu sebenarnya dalang juga, karena warna vespa-nya dia aneh-anehin dan elok. Penggubah lagu Burung Camar Mas Haryono Jati sejatinya dalang juga, karena Land Rover-nya kuning aneh-aneh dan asyik. Dan lain-lain…Eh, kayaknya turangga sampeyan juga neko-neko deh.

(Dimuat di rubrik ‘Frankly Speaking’ AREA edisi No. 89, tanggal 13 Juni 2007)